BABI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhana ekonomi suatu Negara
merupakan hal yang sangat penting dicapai karena setiap Negara menginginkan
adanya proses perubahan perekonomian yang lebih baik dan ini akan menjadi
indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu Negara. Dalam hal mempercepat
pertumbuhan ekonomi ada banyak hal yang menjadi jalan keluar agar dapat memacu
pertumbuhan tersebut, mulai dari melakukan pembenahan internal kondisi
perekonomian disuatu Negara bahkan sampai melakukan kerjasama intenasional
dalam segala bidang untuk dapat memberikan kontribusi positif demi percepatan
pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami
perubahan naik turun dari tahun ke tahun, pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi
Indonesia mencapai 6,2 persen, dan pada tahun ini perekonomian Indonesia
mengalami penurunan yaitu sekitar 5,78 persen dibandingkan tahun 2012, (Badan
Pusat Statistik, 2014). Hal ini disebabkan oleh tekanan pada transaksi berjalan
dan pelemahan nilai tukar rupiah yang dibarengi dengan laju inflasi. Tekanan
pada transaksi berjalan yang mengalami deficit selama tiga kuartal terakhir
mendorong peningkatan suku bunga acuan sehingga menekan investasi. Meski
defisit transaksi berjalan menurun sidnifikan dari USD 8,5 miliar pada kuartal sebelumnya
menjadi USD 4 miliar pada kuartal IV-2013.
Menurut Adityo (2014) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu faktor sumber daya manusia,
faktor sumber daya alam, faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor budaya,
dan faktor daya modal. Lalu kita dapat melihat bagaimana kelima faktor tersebut
sudah secara maksimal dikelola, faktanya ada beberapa Negara di kawasan Asai
Tenggara yang msih terbelakang dalam pengelolaan beberapa faktor tersebut
walaupun kita juga dapat melihat beberapa Negara lainnya sudah cukup mampu
mengelola dengan baik. Jika melihat bagaimana Indonesia mengelola kelima faktor
tersebut. Beberapa faktor belum dapat dimaksimalkan untuk itu Indonesia dan
sembilan Negara lainnya membentuk ASEAN Community
2015 atau komunitas ASEAN 2015.
ASEAN merupakan suatu organisasi
perkumpulan bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Pada tahun 2015, ASEAN merencanakan
penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), untuk menjaga stabilitas politik dan
keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di
pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, serta
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan adanya MEA tersebut, maka akan
tercipta suatu pasar besar kawasan ASEAN yang akan berdampak besar terhadap
perekonomian Negara anggotanya.
Indonesia sendiri dalam menghadapi
gerakan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, pemerintah terus melakukan persiapan dan
perbaikan untuk dapat meningkatkan daya saing Indonesia termasud dalam bidang
Sumber Daya Manusia (SDM). Sektor
pariwisata Indonesia dinilai menjadi sektor yang paling siap menghadapi MEA
2015 dari sisi sumber daya manusia. Wakil ketua Badan Nasional Sertifikasi
Profesi (BNSP), sumarna Abdurahman yang dikutip di Beritadaerah.co.id
mengatakan jika sumber daya manusia bidang pariwisata paling siap bersaing
karena memiliki lembaga sertifikasi yang mempuni.
Pada saat ini standar pengembangan
sertifikasi yang diterapkan oleh asosiasi pariwisata di dalam negeri telah
menjadi acuan bagi asosiasi bisnis pariwisata di tingkat ASEAN. Hal tersebut
didorong oleh keunggulan dari Asosiasi Pariwisata Indonesia dalam strandar
kompetensi profesi bidang pariwisata sehingga dicontoh oleh asosiasi lainnya.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penulisan
ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah kesiapan Indonesia dalam
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015?
2.
Bagaimanakan Peran Sertifikasi Kompetensi
Dalam Upaya Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Pariwisata?
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan
untuk membahas bagaimana kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015 dan bagaimana Peran Sertifikasi Kompetensi Dalam Upaya Perlindungan
Hukum BAgi Tenaga Kerja Industri Pariwisata Dalam Menyambut Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015.
1.3 Metedologi Penulisan
Penulisan ini menggunakan pendekatan
analisis deskriptif untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang
dikemukakakan diatas, serta kajian literature dari berbagai sumber informasi
dan data yang penulis peroleh sebagai acuan atau pedoman dalam menganalisis
permasalahan-permasalahan tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015
Sejak dibentuknya ASEAN sebagai
organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan
kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada
awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian preferensi
perdagangan (preferential trade),
usaha patungan (joint ventures), dan
skema saling melengkapi (complementation scheme) antar pemerintah negara-negara
anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977),
ASEAN Industrial Complementation scheme
(1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures
scheme (1983), dan Enhanced
Preferential Trading arrangement (1987). Pada dekade 80-an dan 90-an,
ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya
untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN
menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka
perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan suatu
komunitas Negara-negara ASEAN yang sangat luas, tidak ada batasan-batasan
wilayah dalam bidang perekonomian. Diaman suatu Negara dapat masuk bebas dalam
persaingan pasar. “Masyarakat Ekonomi ASEAN yang bebas dari berbagai hambatan,
pengutamaan peningkatan konektivitas, pemanfaatan berbagai skema kerja sama
baik intra-ASEAN maupun antara ASEAN dengan Negara mitra khususnya mitra FTA,
serta penguatan peran UKM dalam proses integrasi internal ASEAN maupun dengan
Negara mitra”.
Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah salah
satu pilar-pilar impian Masyarakat ASEAN yang dicetuskan dalam kesepakan Bali
Concord II. ASEAN berharap dapat membentuk sebuah pasar tunggal dan basis
produksi sebelum tahun 2015. Artinya sebelum tahun 2015, pergerakan barang,
jasa, investasi, dan buruh terampil di ASEAN akan dibuka dan diliberalisasi
sepenuhnya, sementara aliran modal akan dikurangi hambatannya. Masih ada
keleluasaan, pengecualian dan hambatan-hambatan (khususnya dalam aliran uang
dan modal) dalam liberalisasi ini, dan para anggota yang belum siap untuk
meliberalisasi sektor jasa mereka dapat
memilih menunda pembukaan sektor tersebut. Namun, tujuan startegis dan komitmenya
adalah menyingkirkan semua hambatan dan pengecualian ini, serta seluruh Anggota
harus memiliki komitmen yang sama.
Secara umum MEA memiliki 12 sektor
prioritas, yakni: produk-produk berbasis pertanian, otomotif, elektronik,
perikanan, poduk berbasis karet, tekstil dan pakaian, produk berbasis kayu,
perjalanan udara, e-ASEAN, kesehatan, pariwisata, dan logistik. Inilah
sector-sektor yang paling diminati, anggota ASEAN, dan menjadi ajang mereka
untuk bersaing satu sama lain. Gagasannya adalah jika sektor-sektor ini
diliberalisasikan secara penuh, sektor-sektor ini akan berintegrasi (menyatu)
anggota ASEAN akan mengembangkan keunggulan sektor-sektor ini dengan menarik
investasi dan perdagangan di dalam ASEAN (contohnya dengan saling melakukan outsourching) serta membantu
mengembangkan produk-poduk buatan ASEAN. Selain itu dilakukan pengembangan
terhadap sektor prioritas pangan, pertanian dan kehutanan.
2.2 Tujuan Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015
Pembentukan masyarakat ekonomi ASEAN tersebut
bertujuan untuk meningtakan kesejahteraan seluruh anggota ASEAN sehingga mampu menghadapi
persaingan pada lingkup regional dan global. Hal ini merupakan suatu kemajuan
yang sangat nignifikan sebagai respon terhadap care of human security yang mencangkup keamana ekonomi, keamanan
pangan, keamanan kesehatan, dan keamanan politik.
Indonesia akan memasuki era Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015, dimana dengan tujuan yang baik itu diharapkan mampu membawa
perubahan untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia agar lebih baik. Apabila kita
melihat lebih jauh dibalik tujuan utnuk meningkatkan stabilitas perekonomian
antar Negara ASEAN artinya sisi lain yang dapat kita lihat bahwa sama saja
seperti meliberalisasikan arus barang, tenaga kerja, investasi dan modal. Liberalisasi
arus barang artinya akan menjadi pengurangan dan penghilangan hambatan tariff.
Liberalisasi modal akan dilakuakn dengan meniadakan aturan administrasi yang
menghambat penanaman modal, artinya semua orang yang masuk kawasan ASEAN dapat
menanamkan modalnya dinegara ASEAN secara lebih mudah. Selain itu adanya
liberalisasi tenaga kerja dimana kita bebas mencari lapangan pekerjaan tidak
hanya di dalam negeri melainkan dikawasan ASEAN.
2.3 Sertifikasi Profesi di Bidang
Pariwisata
Menurut Peraturan Pemerintah No. 52
Tahun 2012 tentang sertifikasi kompetensi dan sertifikasi usaha di bidang
pariwisata bahwa Sertifikasi Kompetensi di Bidang
Pariwisata adalah proses pemberian sertifikat kompetensi di bidang
kepariwisataan yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji
kompetensi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, standar
internasional dan/atau standar khusus.
Mengacu pada UU No. 10 2009 Tentang
Kepariwisataan bahwa mulai Tahun 2014 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif mewajibkan para pekerja pariwisata untuk menguji kompetensi dan Peraturan
Pemerintah No. 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi di Bidang
Pariwisata, yang menyatakan pengusaha pariwisata wajib memperkejakan tenaga
kerja yang telah memiliki Sertikat Kompetensi di Bidang Pariwisata.
2.4 Kesiapan Indonesaia Dalam
Menghadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015
Sebagai salah satu dari tiga pilar utama
ASEAN community 2015, Masyarakat
Ekonomi ASEAN yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN
menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara yang
perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini.
Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community
yang dimana di dalamnya terdapat aspek ekonomi, dapat menjadikan posisi ASEAN
menjadi lebih strategis di kancah Internasional. Terwujudnya komunitas Masyarakat
Ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu dialog
antar sektor yang dimana nantinya juga saling melengkapi diantara para
stakeholder sektor ekonomi di Negara-negara ASEAN ini sangat penting. Misalnya
untuk infrastruktur, di Indonesia masih sangat membutuhkan, baik itu berupa
jalan raya, bandara, pelabuhan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini kita dapat
memperoleh manfaat dari saling tukar pengalaman dengan anggota ASEAN lainnya.
Menurut Sulung DKK (2013) mengatakan
bahwa peluang Indonesia untuk dapat bersaing dalam MEA 2015 sebenarnya cukup
besar, saat ini Indonesia merupakan peringkat 16 di dunia untuk besarnya skala
ekonomi. Besarnya skala ekonomi juga didukung oleh proporsi penduduk usia
produktif and pertumbuhan kelas menengah yang besar. Prospek ekonomis Indonesia
yang positif juga didukung oleh perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh
lembaga pemeringkat dunia serta masuknya indonesai sebagai peringkat 4 (empat) prospective destinations menurut UNCTAD World Investment Report. Maki kuatnya
fundamental perekonomian Indonesia dapat dilihat ketika banyak Negara yang “tumbang”
diterpa pelemahan perekonomian global, perekonomian Indonesia masih dapat
terjaga untuk tumbuh positif. Untuk mewujudkan peluang MEA 2015, sudah saatnya
kita berbenah dan melakukan tindakan-tindakan efektif dan terarah dan didukung
oleh berbagai pihak.
Jika dilihat dari sisi demografi Sumber
Daya Manusia, Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN ini
sebenarnya merupakan salah satu Negara
yang produktif. Jika dilihat dari faktor usia, sebagian besar penduduk Indonesia atau sekitar 70% nya merupakan usia
produktif. Jika kita lihat pada sisi ketenaga kerjaan kita memiliki 110
juta tenaga kerja (Badan Pusat Statistik, 2007), stabilitas ekonomi Indonesia
yang kondusif ini merupakan sebuah opportunity
dimana Indonesia akan menjadi sebuah kekuatan tersendiri, apalagi dengan sumber
daya alam yang begitu besar, maka akan sangat tidak masuk akal apabila kita
tidak bisa berbuat sesuatu dengan hal tersebut.
Bila melihat catatan perdagangan
dengan Negara ASEAN beberapa tahun terakhir, Indonesia layak optimis
bahwa MEA merupakan peluang untuk maju lebih pesat. Hubungan dagang dengan
negara-negara ASEAN telah mendongkrak peningkatan ekspor. Indonesia saat ini
mengontribusikan sekitar 50 persen pertumbuhan negara-negara kawasan
ASEAN. Angka ini memberikan sinyal positif bahwa MEA adalah bentuk peningkatan
intensitas hubungan ekonomi dengan negara-negara ASEAN, yang akan memberi
dampak yang menjanjikan bagi ekonomi Indonesia di masa depan.
Selain itu, jumlah kelas menengah dan
porsi ekonomi yang besar diprediksi akan memimpin pertumbuhan ekonomi di antara
negara-negara ASEAN. Integrasi ekonomi di ASEAN ini berpeluang menjadi batu
loncatan bagi Indonesia untuk memiliki posisi tawar yang kuat dalam konstelasi
politik global. Indonesia bahkan diprediksi bahwa akan menjadi negara
dengan tingkat ekonomi terbesar ke tujuh pada 2030. Kenyataan ini dan prediksi
ke depan tersebut memberi angin segar dalam membangun optimisme Indonesia
menatap masa depan khususnya menjelang berlakunya MEA pada 2015.
Namun, di balik optimisme potensi
peluang tersebut, banyak kalangan merasa skeptis dengan kesiapan Indonesia
menghadapi MEA. Sebagian mengkhawatirkan MEA akan mengakibatkan
terhantamnya sektor-sektor usaha dalam negeri. Kekhawatiran lain juga muncul
akibat masih lemahnya daya saing, pembangunan infrakstruktur yang masih belum
maksimal, serta defisit neraca berjalan. Masalah-masalah tadi
merupakan hal mendasar yang membuat sebagian kalangan pesimis tentang
kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015.
Kekhawatiran soal ketidaksiapan tidak
hanya terjadi pada Indonesia saja, melainkan juga pada negara-negara
ASEAN yang lain. Hal ini terungkap melalui suvey yang dilakukan
oleh Kamar Dagang Amerika di Singapura. Survey yang melibatkan 475 pengusaha
senior Amerika tersebut mengungkapkan bahwa 52 persen responden tidak percaya
Masyarakat Ekonomi ASEAN dapat diwujudkan pada tahun 2015.
Disamaping adanya kekhawatiran dapat
disimpulkan bahwa mengenai Kesiapan Indonesia dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi
ASEAN, bisa dikatakan siap, Namun di dalam negeri perlu diupayakan mengurangi
kesenjangan ekonomi kesenjangan antara pemerintah pusat dengan daerah lalu
mengurangi kesenjangan antara pengusaha besar dengan UKM dan peningkatan dalam
beberapa sektor yang mungkin masih harus didorong untuk meningkatkan daya
saing. Hal ini menyiratkan aspek persaingan yang menyodorkan peluang sekaligus
tantangan bagi semua negara. Namun kekayaan sumber alam Indonesia yang tidak
ada duanya di kawasan, merupakan local-advantage
yang tetap menjadi daya tarik kuat, di samping jumlah penduduknya terbesar yang
dapat menyediakan tenaga kerja murah.
Kita harus segera berbenah diri untuk
menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang kompetitif dan berkulitas global.
Menuju tahun 2015 tidaklah lama, Sudah siapkah kita akan Tantangan dan peluang
bagi kalangan profesional muda kita untuk tidak terbengong-bengong menyaksikan
lalu-lalang tenaga asing di wilayah kita. Tantangan Indonesia kedepan adalah
mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian masyarakatnya.
Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita ini bisa membantu untuk mewujudkan
kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa segera mewujudkan
masyarakat ekonomi ASEAN.
2.5 Sertifikasi Kompetensi Dalam Upaya
Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Pariwisata
Saat ini
maasyarakat Indonesia berada pada lingkungan global yang sedang bergerak dengan
dinamis dan kompleks, dengan kondisi-kondisinya yang baru, yang langsung maupun
tidak langsung berpengaruh terhadap diri masyarakat yang harus dihadapi dengan
sikap terbuka. Salah satu aspek penting yang perlu disiapkan dengan cepat
bangsa ini adalah Sumber Daya Manusia
(SDM) yang kompeten. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu
keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Para tenaga kerja dari
Negara MEA yang memiliki kompetensi kerja yang lebih tinggi tentunya akan lebih
meiliki kesempatan yang lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di
dalam MEA.
Dalam sektor pariwisata peluang yang
bisa diraih saat diberlakukannya MEA 2015 relatif lebih besar dibandingkan
dengan tantangan berupa persaingan yang harus dihadapi. Pariwisata ASEAN
nantinya menjadi ”single destination”
yang akan mendorong lebih banyak lagi wisatawan dari kawasan ASEAN ke
Indonesia. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang siapa memasuki era
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, menurut Menparekraf Mari Elka Pangestu yang
dikutip di www.satuharapan.com
kesepakatan di bawah MEA untuk pariwisata antara lain terkait dengan
menyepakati standar kopetensi untuk profesi pariwisata dan meningkatkan
kualitas profesional SDM dengan melakukan sertifikasi.
Dalam hal penetapan standar kompetensi,
sejak 1998 Indonesai menjadi lead country
delam pengembangan SDM pariwisata ASEAN, standar kompetensi SDM pariwisata
tingkat ASEAN (ACCSTP) sebagian besar adalah standar yang diterapkan di
Indonesia. Selain itu Indonesia juga ditunjuk sebagai Regional Sekretariat yang
memfasilitasi implementasi dari MRA (Mutual
Recognition Arrangement/MRA) tenaga kerja professional pariwisata di
kawasan ASEAN.
Untuk meningkatkan daya saing tenaga
kerja sektor pariwisata perlu ada pelatihan dan sertifikasi sumber daya manusia
(SDM) pariwisata yang berasis pada kompetensi. Alat ukurnya adalah pengetahuan,
keterampilan dan prilaku. Untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan perilaku
itu didirikanlah LSP (lembaga Sertifikasi Profesi). Tujuan pembentukan LSP sektor
pariwisata adalah untuk mengeluarkan sertifikasi bagi pekerja di sektor
pariwisata yang mengacu pada keterampilan standar nasional untuk Biro
Perjalanan Wisata, restoran dan perhotelan. Pada kenyataannya keberadaan LSP
ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pekerja di sektor
pariwisata. Di sisi lain keberadaan SKKNI itu sendiri belum diimplementasikan
secara menyeluruh dalam ruang lingkup perhotelan, restoran dan lembaga
pendidikan pariwisata di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh regulasi selama ini
yang menetapkan bahwa SKKNI bersifat sukarela (www.suarapembaruan.com).
Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI) dalam bidang biro perjalanan wisata, hotel dan restoran.
SKKNI ini kemudian diserahkan kepada lembaga pendidikan dan pelatihan agar
dapat dibuatkan suatu modul atau buku ajar dalam mempersiapkan materi uji dan
tempat uji kompetensi. Lembaga-lembaga yang akan melaksanakan sertifikasi
kompetensi bidang pariwisata diantaranya adalah LSP Hotel dan Restoran di
Jakarta, LSP Pariwisata Jakarta, LSP Pariwisata Nusantara di Bandung, LSP
Pariwisata Indonesia di Bali, LSP Spa Nasionaldi Jakarta, LSP Cohe spa di
Surabaya, LSP Pariwisata Nasional di Surabaya, LSP Wiyata Nusantara di Yogyakarta
dan LSP MICE di Jakarta. Dengan adanya lembaga-lembaga tersebut para tenaga
kerja pariwisata dengan mudah mendapatkan sertifikasi kompetensi sehingga akan
memberikan suatu kepastian hukum dalam melindungi para tenaga kerja industri pariwisata
dalam menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Perlindungan tenaga kerja sangat
mendapat perhatian dalam Hukum Ketenagakerjaan. Bahkan beberapa pasal dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2013), pada intinya menyebutkan
bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak
dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan dunia usaha (kharim, 2003).
Perlindungan tenaga kerja, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja
untuk berorganisasi dan berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja, perlindungan khusus tenaga wanita, anak, orang muda dan
penyandang cacat serta perlindungan upah jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 27 ayat 2 Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi: Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup ditengah persaingan global yang sangat ketat ini maka
pemerintah berusaha memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerja Indonesia
dalam wujud sertifikasi kompetensi sebagai alat untuk mengatasi persaingan
kerja menyongsong IATA 2015. Tujuan pokok tersebut dapat dijelaskan bahwa
tanggung jawab pemerintah menyediakan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup,
waktu dan tempa yang tepat serta kualitas ketrampilan yang sesuai, karena
tujuan penggunaan tenaga kerja dimaksudkan sebagai upaya untuk memperkerjakan
angkatan kerja secara penuh dan produktif. Perencanaan tenaga kerja yang dibua
toleh pemerintah dapat memberikan informasi mengenai pasar kerja untuk masa
kerja 5 sampai 10 tahun mendatang (Budi Astuti, 2008).
Pentingnya sertifikasi kompetensi untuk
tenaga kerja yang bergerak dalam industri pariwisata telah diatur dalam UU
Kepariwisataan Indonesia yaitu UU No. 10 Tahun 2009 yang menyebutkan
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja
pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan
pengelolaan kepariwisataan. Sedangkan Kompetensi dapat diartikan seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan profesionalitas kerja.
Pasal 26 UU No. 10 Tahun 2009
menyebutkan bahwa setiap pengusaha pariwisata berkewajiban untuk meningkatkan
kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan serta menerapkan
standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ini berarti bahwa peningkatan kompetensi dari tenaga kerja
supaya memperoleh sertifikasi kompetensi merupakan kewajiban dari pengusaha itu
sendiri. Akan tetapi kalau kita lihat, pengusaha kurang memperhatikan masalah
peningkatan sumber daya manusianya. Mereka lebih menginvestasikan dana yang
dimiliki pada bangunan/fisik, karena mereka tidak melihat secara langsung
manfaat dari sertifilasi kopetensi ini. Pengaturan lain tentang Standardisasi
dan Sertifikasi kompetensi juga dapat lihat pada Pasal 53 yang menyebutkan
bahwa tenaga kerja di bidang kepariwisataan memiliki standar kompetensi. Sesuai
amanat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(tentang pengaturan lebih lanjut sertifikasi kompetensi) dan untuk menjawab tantangan
ke depan, maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Sertifikasi Kompetensi dan
Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata yaitu Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun
2012 tentang Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata
Mengenai Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI) adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang untuk
menduduki jabatan tertentu.Untuk Pengembangan sertifikasi kompetensi kerja
dilakukan oleh BNSP terkait dan terpadu dengan pengembangan Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) serta pengembangan pelatihan berbasis kompetensi
di lembaga-lembaga pelatihan kerja sebagai kesatuan Sistem Latihan Kerja
Nasional (SISLATKERNAS). Sesuai dengan Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3)
Undang-Undang No. 13 tahun 2003, sertifikasi kompetensi kerja merupakan bentuk
pengakuan secara formal terhadap kompetensi kerja yang telah dikuasai oleh
lulusan pelatihan kerja atau tenaga kerja yang telah berpengalaman. Pengaturan
sertifikasi kompetensi kerja ini merupakan bagian integral dari SISLATKERNAS.
Standar kompetensi mencerminkan kemampuan yang dilandasi oleh pengetahuan,
keterampilan dan didukung oleh sikap kerja. Penerapannya mengacu pada unjuk
kerja dan syarat kerja.(Tania Ginting-2013).
Pelaksanaan kegiatan fasilitasi
sertifikasi kompetensi ini adalah mandat Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dan telah dituangkan dalam rencana strategis Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2012. Sejak 2007 hingga 2014,
Kemenparekraf telah melakukan program sertifikasi sebanyak 64.127 tenaga kerja
dibidang pariwisata antara lain bidang hotel dan restoran, spa, biro perjalanan
wisata, MICE, tour leader, jasa boga,
maupun wisata minat khusus seperti arung jeram dan selam. Jumlah tenaga kerja
yang telah mendapat sertifikasi ini jauh diatas target yang ditetapkan pada
akhir 2014 sebanyak 50 ribu tenaga kerja pariwisata.
Sebagai pekerja di bidang pariwisata,
sertifikasi dan standar kompetensi merupakan hal penting untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia serta mendukung daya saing pariwisata Indonesia di
mancanegara. Dengan adanya Sertifikasi kompetensi tersebut akan menjadi pemicu
untuk para pekerja pariwisata dalam mempersiapkan diri dalam menyambut Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
BAB III
SIMPULAN dan SARAN
3.1 SIMPULAN
Dari paparan tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa pemerintah telah mengambil suatu tindakan sebagai upaya
memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi
MEA 2015 melalui standarisasi dan sertifikasi dan diharapkan dengan metode
tersebut pariwisata indonesia semakin optimal dalam pengelolaannya. Pentingnya
sertifikasi kopetensi untuk tenaga kerja yang bergerak dalam industri
pariwisata telah diatur dalam UU Kepariwisataan Indonesia yaitu UU No. 10 Tahun
2009 yang menyebutkan Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada
usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk
pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan. Sedangkan Kompetensi
dapat diartikan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan
profesionalitas kerja.Sertifikasi sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan
Tenaga Kerja tingkat nasional maupun internasional.
3.2
SARAN
Kiranya
sangat tepat bila pemerintah diharuskan untuk lebih mempersiapkan langkah dan
strategis menghadapi ancaman dampak negatif dari MEA dengan menyusun dan menata
kembali kebijakan-kebijakan nasional yang diarahkan agar dapat lebih mendorong
dan meningkatkan daya saing sumber daya manusia dan industri sehingga kulaitas
sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun
professional meningkat. Pemerintah diharapkan pula untuk menyediakan
lembaga-lembaga sertifikasi yang lebih banyak dan ditempatkan disetiap provinsi
disuluruh Indonesia sehingga mudah
diakses oleh para pekerja pariwisata dari berbagai penjuru daerah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adityo, Putri, Nadia. 2014. Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015. (makalah).
Serang. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Anonim. 2012. Tenaga Kerja Pariwisata
Perlu Kompetensi. (Diakses 22 september 2014). URL: http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/tenaga-kerja-pariwisata-perlu-disertifikasi-kompetisi/27675
Anonim, 2014. Tahun 2015, Pekerja
Pariwisata Wajib Bersetifikasi. (Diakses 21 september 2014). URL: http://beritadewata.com/Daerah/Gianyar/Tahun-2015,-Pekerja-Pariwisata--Wajib-Bersertifikasi-.html
Anonim. 2014. Perkembangan Ekonomi Terkini 2014.. (diakses 14
september 2014) URL : http://macroeconomicdashboard.com/index.php/id/ekonomi-makro/166-perkembangan-ekonomi-terkini
Badan Pusat
Statistik. 2014. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Bagiastuti, Ni, Ketut. 2014. Sertifikasi
kompetensi sebagai upaya perlindungan hukum Bagi tenaga kerja industri
pariwisata dalam menyambut iata 2015. (Jurnal).
Bali. Politeknik Negeri Bali.
Budi Astuti,
(2008), Sertifikasi Uji Kompetensi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Tenaga
Kerja Indonesia/Tenaga Kerja Wanita Penata Laksana Rumah Tangga (TKI/TKW PLRT),
(Tesis), Universitas Diponegoro,
Semarang.
Buwono, Akbar. 2014. SDM Pariwisata
Dinilai Paling Siap Hadapi MEA. (Diakses 11September 2014) URL: http://beritadaerah.co.id/2014/09/12/sdm-pariwisata-dinilai-paling-siap-hadapi-mea/
Hakim, Andi, Muhammad. 2013. Penerapan
“Acceleration To Improve The Quality Of
Huma Resource” Dengan Pengetahuan, Pengembangan, Dan Persaingan Sebagai
Langkah Dalam Mengotimalkan Daya Saing Indonesia di MEA 2015. (Jurnal). Semarang. Universitas Negeri
Semarang.
Herlambang, R, Sulung, DKK. 2013.
Kesiapan Indonesia Dalam Menghadapi Era MEA 2015 Melalui Kebijakan
Redenominasi. (paper). Purwekerto.
Universitas Jenderal Soedirman
Nurul. 2013. Kesiapan Indonesia
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. (Diakse, 22 September 2014). URL: http://id.voi.co.id/voi-komentar/4889-kesiapan-indonesia-menghadapi-masyarakat-ekonomi-asean-2015
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2012 tentang Sertifikasi
Kompetensi Dan Sertifikasi Usaha Di Bidang Pariwisata. Jakarta.
Rimandasari, eka, anggraheni, rini.
2014. Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia Menyongsong Implementasi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Kompasiana,
(diakses 16 september 2014). URL: http://regional.kompasiana.com/2014/06/28/kesiapan-sumber-daya-manusia-sdm-indonesia-menyongsong-implementasi-masyarakat-ekonomi-asean-mea-2015-664888.html
Sarah Tania
Ginting. (2013). Kondisi Sumber Daya
Manusia Sebagai Penunjang Industri Pariwisata Di Indonesia.
Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang
No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.