Selasa, 24 Maret 2015

Kerusakan Lingkungan Akibat Reklamasi Pantai Demi Pembangunan Industri Pariwisata


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Negara indonesia merupakan salah satu Negara berkembang di wilayah ASIA Tenggara yang memiliki kepulauan terbesar di seluruh dunia, kemajuan perkembangan Indonesia sangat menjanjikan seiiring besarnya pembangunan di daerah-daerah. Kemajuan pembanguna tersebut merupakan sebagai cermin akan kemajuan Negara Indonesia itu sendiri, salah satu pembangunan yang telah menuaikan keberhasilan dalam memajukan perekonomian indonesia   yaitu pembangunan dibidang pariwisata di setiap daerah di indonesia seperti Pulau Bali, Yogyakarta, Raja Ampat, dan Wakatobi.
Pembangunan pada prinsipnya adalah merupakan sesuatu proses perubahan pokok pada masyarakat dari suatu keadaan nasional tertentu menuju keadaan nasional lain yang dianggap lebih bernilai, Katz (dalam Sunaryo, 2013). Dalam pengertian yang agak mirip, Philip Roup mengartikan pembangunan sebagai proses perubahan dengn tanda-tanda dari sesuatu keadaan nasiona tertentu yang dianggap kurang dikehendaki menuju ke sesuatu keadaan nasional tertentu yang dinilai lebih dikehendaki, Plilip Roup (dalam Sunaryo, 2013).    
Manakala pemahaman pengertian pengertian pembagunan seperti tersebut diatas diaplikasikan pada sektor kepariwisataan, maka dapat dikonstruksikan bahwa pembangunan kepariwisataan merupakan seuatu proses perubahan poko yang dilakukan oleh manusia secara terencana pada suatu kondisi kepariwisataan tertentu yang dinilai kurang baik, yang diarahkan menuju ke suatu kondisi kepariwisataan tertentu yang dianggap lebih baik atau lebih diinginkan, Sunaryo (2013).
Pada hakikatnya pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan menciptakan keaneka-ragaman kegiatan perekonomian, seperti adanya pembangunan sektor pertambangan, pertanian, perindustria, peternakan, jasa-jasa dan pariwisata serta banyak sektor lainnya. Semakin banyak kegiatan perekonomian disuatu Negara, akan semakin kuat kemampuan Negara bersangkutan dalam segala hal. Itu pulalah sebabnya mengapa pemerintah berusaha mengadakan divertivikasi kegiatan perekonomian di Indonesia, dan industri pariwisata adalah salah satu kegiatan tersebut.
Proses penciptaan keaneka-ragaman kegiatan itu seharusnya berbarengan dengan pemeliharaan lingkungan, Karena lingkungan memang menyangkut semua aspek kehidupan didunia ini, termaksud diantaranya kehidupan manusia. Faktor manusia besar pengaruhnya terhadap keadaan lingkungan, baik dilihat dari segi jumlahnya, aktivitas yang dilakukan, penyebarannya, tingkat sosial ekonominya maupun dari tingkah laku dan pandangan hidupnya. Apabila lingkungan bersih dan tertata dengan rapi akan member manfaat bagi masyarakat itu sendiri diantaranya: (1) Terhindar dari penyakit yang disebabkan lingkungan yang tidak sehat, (2) lingkungan menjadi lebih sejuk, (3) bebas dari polusi udara, (4) Air menjadi bersih dan aman untuk di minum, (5) lebih tenang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari, Sella (2013).
Dalam hal lingkungan perlu adanya perhatian bahwa adanya pembangunan pariwisata  di samping dampak positif bagi masyarakat sekitar, pengembangan juga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut dalam upaya pengembangan pariwisata perlu diperhitungkan dampak negatif yang ditimbulkan demi kelestarian pariwisata maupun kelestarian fungsi lingkungan sekitar kawasan pariwisata. Pelaksanaan pembanguanan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat ternyata mempunyai dampak terhadap lingkungan sekitar baik langsung maupun tidak langsung baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal yang sama juga terjadi dalam pengembangan pariwisata, dimana disamping pengembangan pariwisata itu sendiri menimbulkan dampak negatif  terhadap lingkungan  sekitar objek wisata, pengelolaan lingkungan dan pengelolaan objek wisata itu sangat mempengaruhi kelestarian fungsi lingkungan dan objek wisata itu sendiri.
Isu reklamasi saat ini sangat sering terdengar terkait dengan pembangunan pariwisata di Indonesia, adanya pengembangan suatu objek wisata membuat para pembuat kebijakan memberikan ijin untuk mereklamasi suatu daerah. Terlepas dari adanya dampak positif maupun negatif, banyak yang menolak akan adanya reklamasi tersebut sehingga akan mengakibatkan kerusakan lingkungan masyarakat. Kerusakan lingkungan akibat reklamasi kemungkinan akan mempengaruhi kelestarian fungsi lingkungan dan tempat tinggal masyarakat setempat.   


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pariwisata dan Lingkungan
Menurut Ahmad (dalam Geografi 2011) Yang dimaksud dengan lingkungan adalah jumlah semua benda hidup dan mati serta seluruh kondisi yang ada di dalam lingkungan adalah jumlah semua benda hidup dan mati serta seluruh kondisi yang ada di dalam ruang yang kita tempati.
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia.  Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri), Wikipedia (2014).
Menurut Astuti (----) sebenarnya pariwisata lebih tepat disebut sebagai “Aktivitas”, tapi jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, aktivitas tersebut menciptakan permintaan yang memerlukan pemasaran bagi produk aktivitasnya. Produk yang dihasilkan oleh perusahaan jasa pariwisata, produk-produk tersebut berupa barang-barang dan jasa-jasa, oleh karena itu kegiatan pariwisata lazim disebut dengan ”Industri pariwisata” atau “tourism industry”.
Pada dasarnya kegiatan pariwisata adalah kegiatan menjual lingkungan, orang yang berpergian dari suatu daerah ke daerah tujuan wisata adalah ingin menikmati lingkungan seperti pemandangan alma, atraksi budaya, arsitektur, makana dan minuman, benda seni, dan lainnya yag berbeda dengan lingkungan tempat tinggalnya.
Menurut Lestari (2013) pariwisata adalah industry kelangsungan hidupnya dangat ditentukan oleh baik dan buruknya lingkungan. Sektor wisata sebagai industri jasa merupakan sektor yang sangat peka terhadap lingkungan. Kerusakan lingkungan seperti pencemaran limbah domestik, kumuh, adanya gangguan terhadap wisatawan, penduduk yang kurang/tidak bersahabat, kesemerautan lalulintas, kriminalitas, dan lain-lain, akan dapat mengurangi jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Oleh karena itu pengembangan pariwisata harus menjaga kualitas lingkungan
Menurut Mihalic (dalam Hakim 2004) yang dikutip di http://dee-jieta.blogspot.com/2013/06/pariwisata-dan-masalah-lingkungan.html, kualitas lingkungan meliputi kualitas bentang alam atau pemandangan alamiah itu sendiri. Kualitas ini dapat menurun karena aktivitas manusia. Menurut hukum permintaan wisata, kualitas lingkungan merupakan bagian integral dari suguhan-suguhan alamiah. Dengan demikian, pemeliharaan terhadap kualitas lingkungan menjadi syarat mutlak bagi daya tahan terhadap kompetisi pemilihan tujuan wisata oleh wisatawan. Jika kualitas lingkungan suatu daerah tujuan wisata menurun, maka tempat tersebut cenderung diabaikan.
Menurut Resa (2014). Secara teori, hubungan lingkungan alam dengan pariwisata harus mutual dan bermanfaat. Wisatawan menikmati keindahan alam dan pendapatan yang dibayarkan wisatawan digunakan untuk melindungi dan memelihara alam guna keberlangsungan pariwisata. Hubungan lingkungan dan pariwisata tidak selamanya simbiosa yang mendukung dan menguntungkan sehingga upaya konservasi, apresiasi, dan pendidikan dilakukan agar hubungan keduanya berkelanjutan, tetapi kenyataan yang ada hubungan keduanya justru memunculkan konflik. Pariwisata lebih sering mengeksploitasi lingkungan alam, dampak pariwisata terhadap lingkungan fisik merupakan dampak yang mudah diidentifikasi karena nyata. Pariwisata memberikan keuntungan dan kerugian, sebagai berikut:
a.       Air
Air mendapatkan polusi dari pembuangan limbah cair (detergen pencucian linen hotel) dan limbah padat(sisa makanan tamu). Limbah-limbah itu mencemari laut, danau dan sungai. Air juga mendapatkan polusidari buangan bahan bakar minyak alat transportasi air seperti dari kapal pesiar.Akibat dari pembuangan limbah, maka lingkungan terkontaminasi, kesehatan masyarakat terganggu, perubahan dan kerusakan vegetasi air, nilai estetika perairan berkurang (seperti warna laut berubah dari warnabiru menjadi warna hitam) dan badan air beracun sehingga makanan laut (seafood) menjadi berbahaya.Wisatawan menjadi tidak dapat mandi dan berenang karena air di laut, danau dan sungai tercemar. Masyarakat dan wisatawan saling menjaga kebersihan perairan guna mengurangi polusi air, alat transportasi air yang digunakan, yakni angkutan yang ramah lingkungan, seperti perahu dayung, kayak, dan kano.
b.      Pegunungan dan area liar
Wisatawan asal daerah bermusim panas memilih berwisata ke pegunungan untuk berganti suasana, aktivitas di pegunungan berpotensi merusak gunung dan area liarnya. Pembukaan jalur pendakian, pendirian hotel di kaki bukit, pembangunan gondola (cable car), dan pembangunan fasilitas lainnya merupakan beberapa contoh pembangunan yang berpotensi merusak gunung dan area liar. Akibatnya terjadi tanah longsor, erosi tanah, menipisnya vegetasi pegunungan (yang bisa menjadi paru-paru masyarakat), potensi polusi visual dan banjir yang berlebihan karena gunung tidak mampu menyerap air hujan. Reboisasi (penanaman kembali pepohonan di pegunungan) dan peremajaan pegunungan dilakukan sebagai upaya pencegahan kerusakan pegunungan dan area liar.
c.        Situs sejarah, budaya, dan keagamaan
Penggunaan yang berlebihan untuk kunjungan wisata menyebabkan situs sejarah, budaya dan keagamaan mudah rusak. Kepadatan di daerah wisata, alterasi fungsi awal situs, komersialisasi daerah wisasta menjadi beberapa contoh dampak negatif kegiatan wisata terhadap lingkungan fisik. Situs keagamaan didatangi oleh banyak wisatawan sehingga mengganggu fungsi utama sebagai tempat ibadah yang suci. Situs budaya digunakan secara komersial sehingga dieksploitasi secara berlebihan (contoh Candi menampung jumlah wisatawan yang melebihi kapasitas). Kapasitas daya tampung situs sejarah, budaya dan keagamaan dpat diperkirakan dan dikendalikan melalui manajemen pengunjung sebagai upaya mengurangi kerusakan pada situs sejarah, budaya dan keagamaan. Upaya konservasi dan preservasi serta renovasi dapat dilakukan untuk memperpanjang usia situs-situs tersebut. 
d.      Wilayah perkotaan dan pedesaan
Pendirian hotel, restoran, fasilitas wisata, toko cinderamata dan bangunan lain dibutuhkan di daerah tujuan wisata. Seiring dengan pembangunan itu, jumlah kunjungan wisatawan, jumlah kendaraan dan kepadatan lalu lintas jadi meningkat. Hal ini bukan hanya menyebabkan tekanan terhadap lahan, melainkan juga perubahan fungsi lahan tempat tinggal menjadi lahan komersil, kemacetan lalu lintas, polusi udara dan polusi estetika (terutama ketika bangunan didirikan tanpa aturan penataan yang benar). Dampak buruk itu dapatdiatasi dengan melakukan manajemen pengunjung dan penataan wilayah kota atau desa serta membedayakan masyarakat untuk mengambil andil yang besar dalam pembangunan.
e.       Pantai dan pulau
Pantai dan pulau menjadi pilihan destinasi wisata bagi wisatawan, namun pantai dan pulau sering menjadi tempat yang mendapatkan dampak negatif dari pariwisata. Pembangunan fasilitas wisata di pantai dan pulau, pendirian prasarana (jalan, listrik, air), pembangunan infrastruktur (bandara, pelabuhan) mempengaruhi kapasitas pantai dan pulau. Lingkungan tepian pantai rusak (contoh pembabatan hutan bakau untuk pendirian akomodasi tepi pantai), kerusakan karang laut, hilangnya peruntukan lahan pantai tradisional dan erosi pantai menjadi beberapa akibat pembangunan pariwisata. Preservasi dan konservasi pantai dan laut menjadi pilihan untuk memperpanjang usia pantai dan laut, pencanangan taman laut dan kawasan konservasi menjadi pilihan. Wisatawan juga ditawarkan kegiatan ekowisata yang bersifat ramah lingkungan beberapa pengelola pulau (contoh pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu) menawarkan paket perjalanan yang ramah lingkungan yang menawarkan aktivitas menanam lamun dan menanam bakau di laut. 

2.2.Reklamasi Pantai
Peraturan Menteri ESDM (2014) mendefinisikan bahwa Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesua peruntukannya.
Menurut Hamisi (2010), Reklamasi adalah suatu proses membuat daratan baru pada suatu daerah perariran/pesisir pantai atau daerah rawa. Hal ini umumnya dilatarbelakangi oleh semakin tingginya tingkat populasi manusia khususnya dikawasan pesisir, yang menyebabkan lahan untuk pembangunan semakin sempit. Pertumbuhan penduduk dengan segala aktivitasnya tidak bisa dilepaskan dengan masalah kebutuhan lahan. Pembangunan yang ditujukan untuk menyejahterakan rakyat yang lapar lahan telah mengantar pada perluasan wilayah yang tak terbantahkan.
Pembangunan kawasan komersial jelas akan mendatangkan banyak keuntungan ekonomi bagi wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan disini adalah semakin banyak kawasan komersial yang dibangun maka dengan sendirinya juga akan menambah pendapatan asli daerah (PAD). Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (Pemekaran Kota), penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dan lain-lain. Namun harus diingat pula bahwa bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, dan berpotensi gangguan lingkungan.
Hal ini menyebabkan manusia memikirkan untuk mencari lahan baru, terutama daerah strategis dimana terjadi aktivitas perekonomian yang padat sperti pelaburan, Bandar udara, atau kawasan komersil lainnya, dimana lahan eksisting yang terbatas luasnya dan kondisinya harus dijadinkan dan diubah menjadi lahan yang produktif untuk jasa dan kegiatan perkotaan.
Undang-undang No. 27 tahun 2007 pada pasal 34 menjelaskan bahwa hanya dapat dilaksanakan jika manfaat sosial daan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya. Namun demikian, pelaksanaan reklamasi juga wajib menjaga dan memperhatikan beberapa hal seperti (a) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarkat, (b) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan pelestarian lingkungan pesisir, serta (c) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material, Hamisi (2010).
Jika hal hal pokok yang diatur dalam Undang-undang reklamasi maka kita yakin bahwa reklamasi akan sangat bermanfaat dan berguna bagi masyrakat yang ada pada lingkungan pesisir tersebut.namun kenyataan berkata lain, banyak reklamasi yang berujung kerusakan lingkungan, pengusuran nelayan, dan penutupan akses pantai untuk masyarakat umum.

2.3  Dampak Reklamasi Pantai Terhadap Lingkungan
Dalam melakukan reklamasi terhadap kawasan pantai, harus memperhatikan berbagai aspek/dampak-dampak yang akan ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Dampak-dampak tersebut antara lain dampak lingkungan, sosial budaya maupun ekonomi. Dampak lingkungan misalnya mengenai perubahan arus laut, kehilangan ekosistem penting, kenaikan muka air sungai yang menjadi terhambat untuk masuk ke laut yang memungkinkan terjadinya banjir yang semakin parah, kondisi lingkungan di wilayah tempat bahan timbunan, sedimentasi, perubahan hidrodinamika yang semuanya harus tertuang dalam analisis mengenai dampak lingkungan. Dampak sosial budaya diantaranya adalah kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM (dalam pembebasan tanah), perubahan kebudayaan, konflik masyarakat, dan isolasi masyarakat. Sementara dampak ekonomi diantaranya berapa kerugian masyarakat, nelayan, petambak yang kehilangan mata pencahariannya akibat reklamasi pantai.
Menurut Maksur (2008) yang dikutip di http://perencanaankota.blogspot.com/2013/12/manfaat-dan-dampak-reklamasi-pantai.html. Kegiatan Reklamasi pantai memungkinkan timbulnya dampak yang diakibatkan. Adapun untuk menilai dampak tersebut bisa dibedakan dari tahapan yang dilaksanakan dalam proses reklamasi yaitu:
a.       Tahap Pra Konstruksi, antara lain meliputi kegiatan survey teknis dan lingkungan, pemetaan dan pembuatan pra rencana, perijinan, pembuatan rencana detail atau teknis.
b.      Tahap Konstruksi, kegiatan mobilisasi tenaga kerja, pengambilan material urug, transportasi material urug, proses pengurugan.
c.       Tahap Pasca Konstruksi, yaitu kegiatan demobilisasi peralatan dan tenaga kerja, pematangan lahan, pemeliharaan lahan.
Wilayah yang kemungkinan terkena dampak adalah : 
a.       Wilayah pantai yang semula merupakan ruang publik bagi masyarakat akan hilang atau berkurang karena akan dimanfaatkan kegiatan privat. Dari sisi lingkungan banyak biota laut yang mati baik flora maupun fauna karena timbunan tanah urugan sehingga mempengaruhi ekosistem yang sudah ada. 
b.      System hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya. Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah diluar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya banjir atau rob karena genangan air yang banyak dan lama.
c.       Ketiga, aspek sosialnya, kegiatan masyarakat di wilayah pantai sebagian besar adalah petani tambak, nelayan atau buruh. Dengan adanya reklamasi akan mempengaruhi ikan yang ada di laut sehingga berakibat pada menurunnya pendapatan mereka yang menggantungkan hidup kepada laut. Selanjutnya adalah aspek ekologi, kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap perubahan sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem. Ketidakseimbangan ekosistem perairan pantai dalam waktu yang relatif lama akan berakibat pada kerusakan ekosistem wilayah pantai, kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai. 
Ada bermacam dampak reklamasi daerah pesisir pantai yang banyak dilakukan pada negara atau kota maju dalam rangka memperluas daratan sehingga bisa digunakan untuk area bisnis, perumahan,wisata rekreasi dan keperluan lainya. selalu ada dampak positif dan negatif dalam setiap kegiatan termasuk dalam hal pengurugan tepi laut ini, bisa jadi yang melakukan kegiatan hanya mendapat keuntunganya saja sementara kerugian harus ditanggung oleh pihak yang tidak mengerti apa-apa, tanpa disadari banyak daerah pesisir pantai terpencil yang hilang karena aktifitas reklamasi ini.
Dampak negatif atau kerugian reklamasi pesisir pantai 
a.       Peninggian muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah menjadi daratan. 
b.      Akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainya rawan tenggelam, atau setidaknya air asin laut naik ke daratan sehingga tanaman banyak yang mati, area persawahan sudah tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam, hal ini banyak terjadi diwilayah pedesaan pinggir pantai. 
c.       Musnahnya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu, apabila gangguan dilakukan dalam jumlah besar maka dapat mempengaruhi perubahan cuaca serta kerusakan planet bumi secara total. 
d.      Pencemaran laut akibat kagiatan di area reklamasi dapat menyebabkan ikan mati sehingga nelayan kehilangan lapangan pekerjaan. 
Dampak positif atau keuntungan reklamasi pesisir pantai 
a.       Ada tambahan daratan buatan hasil pengurugan pantai sehingga dapat dimanfaatkan untuk bermacam kebutuhan. 
b.      Daerah yang dilakukan reklamasi menjadi aman terhadap erosi karena konstruksi pengaman sudah disiapkan sekuat mungkin untuk dapat menahan gempuran ombak laut. 
c.       Daerah yang ketinggianya dibawah permukaan air laut bisa aman terhadap banjir apabila dibuat tembok penahan air laut di sepanjang pantai. 
d.      Tata lingkungan yang bagus dengan perletakan taman sesuai perencanaan, sehingga dapat berfungsi sebagai area rekreasi yang sangat memikat pengunjung.

2.4  Reklamasi Pantai dan Pariwisata
Kaitannya dengan pariwisata, ada beberapa kasus reklamasi akibat pembanguanan pariwisata yang menyebabkan lingkungan sekitar rusak seperti trjadinya abrasi pantai, kehancuran terumbu karang tempat ikan hias, hilangnya pekerjaan nelayan, tercabutnya tradisi lokal, dan masalah sosial lainnya. Kasus-kasus tersebut antara lain:

1.      Reklamasi Pantai Kota Manado.
Adanya reklamasi pantai di Kota Manado yang dikembangkan sebagai kawasan fungsional dengan pola super blok dan mengarah pada terbentuknya Central Business District (CBD), mengakibatkan adanya perubahan wajah kota pada daerah pesisir pantai. Pertumbuhan dan perkembangan Kota Manado menjadi lebih condong ke arah pantai/laut sebingga Kawasan Boulevard lebih terbuka dan menjadi salah satu bagian depan kota yang berorientasi ke laut. Hal ini menyebabkan aktivitas masyarakat banyak terserap pada kawasan tersebut, baik untuk menikmati keindahan pantai ataupun dimanfaatkan oleh sektor informal untuk mencari nafkah. Kondisi seperti yang disebutkan di atas membawa pengaruh terhadap keberadaan ruang publik di Kawasan Boulevard.
Pengembangan wilayah reklamasi di sekitar kawasan tersebut memperlihatkan gejala mulai hilangnya ruang publik yang ada. Akses masyarakat terhadap view pantai dan pesisirnya mulai berkurang seiring dengan semakin berkembangnya pembangunan di wilayah tersebut.
Dampak reklamasi di pesisir pantai Kawasan Boulevard telah mengakibatkan berkurangnya aksesibilitas ruang publik, ketidakberlanjutan fungsi ruang publik, terciptanya pola penataan ruang publik yang tidak memberikan keleluasaan akses bagi masyarakat dan munculnya pola penguasaan ruang publik yang tertutup dan berkesan private-domain.
Strategi pengelolaan ruang publik di Kawasan Boulevard akibat dampak reklamasi dilakukan dengan pendekatan yaitu, (1) teknis, berupa peralihan fungsi ruang publik, penataan koridor pesisir pantai akibat reklamasi dan penataan alokasi ruang bagi sektor informal, (2) regulasi, berupa penerapan kebijakan pemanfaatan ruang publik dan penerapan sangsi yang tegas, (3) kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat, berupa peningkatan peran seluruh stakeholders dan penerapan kebijakan insentif-disinsentif, Hamisi (2010).

2.      Reklamasi Pantai Donggala
Reklamasi pantai yang dilakukan sebagai aktifitas proyek jalan lingkar kota Donggala, Saat ini telah menyebabkan pohon-pohon mangrove yang tumbuh di kawasan ini menjadi rusak, batu-batu karang yang biasanya terlihat di pinggir pantai pun sudah tidak tampak lagi, yang terlihat hanyalah tumpukan tanah kapur hasil reklamasi, yang sebahagiannya telah diratakan.
Karenanya, ditengah perdebatan dan pertentangan terhadap proyek reklamasi Pantai Donggala, diperlukan kebesaran hati dari pengambil kebijakan untuk mengevaluasi pelaksanaan proyek ini sembari membuka ruang dialog dengan berbagai pihak, DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat, untuk duduk bersama guna menimbang untung-rugi proyek ini, apabila benar menguntungkan dan dilaksanakan dengan komitmen dan kesungguhan maka kegiatan ini perlu diteruskan. Sebaliknya bila merugikan maka aktifitas ini harus dihentikan.
Dengan kata lain Pemerintah Kabupaten Donggala dituntut untuk dapat berkomunikasi, berkonsultasi dan bernegosiasi dengan publik. Hanya dengan jalan ini maka pembangunan yang dilaksanakan akan benar-benar dapat diterima semua pihak dan memberikan keuntungan bagi lingkungan hidup dan masyarakat Donggala, Hamisi (2010)

3.      Reklamasi Jakarta
Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012, terutama dalam implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jakarta, khususnya di Jakarta Utara direncanakan pengembangan reklamasi Pantura Jakarta. Proyek itu dimaksudkan selain untuk memperbaiki kualitas lingkungan juga untuk pusat niaga dan jasa skala internasional, perumahan, dan pariwisata.
Namun, harus disadari pula bahwa reklamasi pantura Jakarta bukan hanya sekadar mengeruk, kemudian memunculkan daratan baru atau untuk kepentingan komersial semata. Lebih dari itu, yang harus dipikirkan bagaimana dampak ekologis kawasan pantai dengan reklamasi tersebut. Contoh saja ketika Pantai Indah Kapuk dibangun, yang terjadi kemudian adalah akses jalan tol ke bandara tergenang air sehingga banjir. Lalu, saat PT Mandara Permai membangun Perumahan Pantai Mutiara di Muara Karang, PLTU Muara Karang pun terganggu. Padahal, pasokan listrik untuk Jakarta dan sekitarnya berasal dari PLTU Muara Karang, Jakarta Utara, Hamisi (2010)

4.      Reklamasi Teluk Lampung
Reklamasi pantai yang dilaksanakan pada awal tahun 1980-an dan berlangsung sampai sekarang telah berdampak negatif langsung terhadap nelayan yang wilayah usahanya pada laut dangkal (Sukaraja) maupun nelayan di Dusun Cangkeng – Kotakarang.
Dampak yang dirasakan oleh nelayan laut dangkal hilangnya beberapa jenis ikan tangkapan seperti rebun, teri, dan kerapan, semakin jauhnya wilayah tangkapan, terumbu karang tersedimentasi oleh lumpur, dan usaha menangkap ikan dengan bubu tidak dapat dilakukan lagi. Akibat dari hal tersebut menurunkan hasil tangkap nelayan yang akhirnya berdampak terhadap kesejahteraan nelayan, Hamisi (2010).

5.      Reklamasi Pantai Jerman, Kuta-Bali.
Lokasi pantai ini di sebelah utara Bandara Ngurah Rai menuju ke pusat pariwisata Kuta. Disebut pantai Jerman karena dulunya ada perumahan orang-orang Jerman. Tapi, perumahan tersebut kini tak ada lagi. Mereka terdesak abrasi, garis pantai pun makin mendekat ke daratan. Padahal, menurut cerita warga, dulu garis pantai berjarak lebih dari 500 meter dari pantai saat ini.
Abrasi sangat mungkin terjadi karena siklus alam biasa. Tapi, abrasi di Pantai Jerman makin parah setelah ada reklamasi untuk pembangunan Bandara Ngurah Rai Bali. Saya ke sana beberapa kali dan ngobrol dengan warga lokal terutama yang berumur 40-an tahun ke atas. Mereka bercerita bahwa abrasi makin cepat setelah reklamasi Bandara Ngurah Rai.
Landasan pacu bandara terbesar di Bali ini memang hasil reklamasi pada 1963-1969. Reklamasi sepanjang 1,5 km dilakukan untuk memperpanjang landasan pacu seiring tujuan menjadikannya sebagai bandara internasional. Bahan reklamasi adalah batu kapur dari Ungasan dan batu kali serta pasir dari Sungai Antosari, Tabanan. Tapi, reklamasi di Bandara Ngurah Rai dalam batas tertentu bisa dimaklumi. Ada tujuan lebih besar, penyediaan transportasi publik. Beda kasus dengan contoh kedua dan ketiga, Muhajirin (2014).

2.5  Menyikapi Reklamasi Pantai Dengan Paradigma Baru
Di satu sisi reklamasi mempunyai dampak positif sebagai daerah pemekaran kawasan dari lahan yang semula tidak berguna menjadi daerah bernilai ekonomis tinggi. Dan di sisi lain jika tidak diperhitungkan dengan matang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Di sinilah diperlukan kepedulian dan kerja sama sinergis dari semua komponen stakeholders.
Reklamasi khususnya reklamasi pantai masih diperlukan selama dilakukan dengan kajian yang komprehensif. Simulasi prediksi perubahan pola arus hidrodinamika laut secara teknis dapat dilakukan dengan model fisik (laboratorium) atau model matematik. Dari pemodelan ini dapat diperkirakan dampak negatif yang terjadi dan cara penanggulangannya.
Reklamasi ditinjau dari sudut pengelolaan daerah pantai, harus diarahkan pada tujuan utama pemenuhan kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat. Usaha reklamasi janganlah semata-mata ditujukan untuk mendapatkan lahan dengan tujuan komersial belaka. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah (bukan pesanan) terhadap seberapa besar kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Dengan kerja sama yang sinergis antara Pemerintah dan jajarannya, DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat maka keputusan yang manis dan melegakan dapat diambil. Jika memang berdampak positif maka reklamasi dapat dilaksanakan, namun sebaliknya jika negatif tidak perlu direncanakan. Dari semua itu, yang lebih penting adalah adanya perubahan attitude dari masyarakat dan Pemerintah. Pelaksanaan aturan hukum harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait.
Berbagai biaya sosial dan lingkungan hidup itu seharusnya juga diperhitungkan dalam perencanaan reklamasi. Namun, sayangnya terdapat paradigma yang memposisikan suatu kota sebagai kota multifungsi, dimana diharapkan mampu mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan warganya. Padahal paradigma itu telah terbukti gagal total dalam implementasinya di lapangan. Berbagai permasalahan sosial dan lingkungan hidup dapat timbul dan sulit dipecahkan di daerah reklamasi saat ini justru disebabkan oleh paradigma tersebut.
Perencanaan reklamasi sudah seharusnya diselaraskan dengan rencana tata ruang kota. Tata ruang kota yang baru nantinya harus memerhatikan kemampuan daya dukung sosial dan ekologi bagi pengembangan Kota. Daya dukung sosial dan ekologi tidak dapat secara terus-menerus dipaksakan untuk mempertahankan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi dan politik. Fungsi kota sebagi pusat perdagangan, jasa dan industri harus secara bertahap dipisahkan dari fungsi kota ini sebagai pusat pemerintahan.
Proyek reklamasi di sekitar kawasan pantai seharusnya terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah melalui sebuah kajian tekhnis terhadap seberapa besar kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya lalu disampaikan secara terbuka kepada publik. Penting diingat reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dan dinamis, hal ini tentunya akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi, sedimentasi pantai, serta kerusakan biota laut dan sebagainya.
Sebuah ekosistem pantai yang sudah lama terbentuk dan tertata sebagaimana mestinya dapat hancur atau hilang akibat adanya reklamasi. Akibatnya adalah kerusakan wilayah pantai dan laut yang pada akhirnya akan berimbas pada ekonomi nelayan. Matinya biota laut dapat membuat ikan yang dulunya mempunyai sumber pangan menjadi lebih sedikit sehingga ikan tersebut akan melakukan migrasi ke daerah lain atau kearah laut yang lebih dalam, hal ini tentu saja akan mempengaruhi pendapatan para nelayan setempat.
Bukan itu saja, sudah mejadi hukum alam, kegiatan mereklamasi pantai akan menyebabkan penaikan masa air dan memicu terjadinya abrasi yang secara perlahan-lahan akan menggeser dan menenggelamkan kawasan sepanjang pantai bukan hanya di kawasan dimana reklamasi itu dilakukan, namun juga dikawasan lain yang dalam satu kesatuan ekosistim alamiahnya, saat ini di beberapa kawasan, air pasang yang naik bahkan telah memasuki kawasan pemukiman.
Selain problem lingkungan dan sosial ekonomi, maka permasalahan yuridis juga perlu mendapatkan perhatian. Kajian terhadap landasan hukum rencana reklamasi, pelaksanaan, serta peruntukannya perlu dipertimbangkan. Ada banyak produk hukum yang mengatur tentang reklamasi mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Kepres, Permen hingga Peraturan Daerah, yang menjadi persoalan adalah konsistensi penerapan dan penegakan aturan.


BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
            Dari uraian diatas dapat disumpulkan beberapa hal yaitu:
1.      Adanya dampak positif dan negatif, perlu adanya peran pemerintah dalam bekerja sama dengan stakeholder, sehingga dapat berjalan sesuai dengan ketentuannya.
2.      Tinjauan komprehensif, Simulasi prediksi perubahan pola arus hidrodinamika laut secara teknis dapat dilakukan dengan model fisik (laboratorium) atau model matematik. Dari pemodelan ini dapat diperkirakan dampak negatif yang terjadi dan cara penanggulangannya.
3.      Reklamasi harus semata-mata diolah dan diarahkan pada tujuan pemenuhan lahan baru karena kekurangnya persediaan lahan baru, dan tidak semata-mata tidak memenuhi kebutuhan komersial belaka.
4.      Kegiatan reklamasi dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya, serta memperhatikan dan menjaga kehidupan masyarakat serta kelestarian lingkungan.
5.      Beberapa kasus yang terjadi menunjukkan bahwa implementasi kegiatan reklamasi di lapangan seringkali tidak sesuai dengan perencanaannya sehingga mengakibatkan kerusakan secara sosial, ekonomi maupun lingkungan, sehingga menimbulkan resistensi dari masyarakat.

3.2 Saran
            Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran tentang beberapa hal:
1.      Terkait dampak positif dan negatif, pemerintah diupaya agar mengedapankan dampak negative terhadap lingkungan, sehingga masyarakat sekitar dapat hidup dengan nyaman.
2.      Dari tinjauan komprehensif, perlu banyak masukkan dari para akademisi maupun para peneliti tentang reklamasi, sehingga dampak negative yang ditimbulkan lebih terminimalisir.
3.      Berkaitan dengan pembangunan industri pariwisata khususnya objek wisata pantai, reklamasi sebaiknya tidak tilakukan karena dapat menimbulkan kerusakan terumbu karang dan dapat menyebabkan abrasi pantai.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. -------. Manfaat dan Dampak reklamasi Pantai. (diakses 09 oktober 2014). URL: http://perencanaankota.blogspot.com/2013/12/manfaat-dan-dampak-reklamasi-pantai.html

Astuti, Sri, Ni Nyoman. ----. Peranan Industri Pariwisata Dalam Mewujudkan Pariwisata Berkelanjuutan Melalui Pengembangan Pariwisata Alternatif. (jurnal). Denpasar. Politeknik Negeri Bali.

Geografi. 2011. Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Para Ahli. (diakses 09 oktober 2014). URL: http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/01/pengertian-lingkungan-hidup-menurut.html

Hamisi, A, Darius. 2010. Reklamasi Pantai dan Dampaknya Terhadap Wilayah Pesisir. (diakses 09 oktober 2014). URL: http://darius-arkwright.blogspot.com/2010/04/pendahuluan-reklamasi-adalah-suatu.html

Lestari, Puji, Dessy. 2013. Pariwisata dan Masalah Lingkungan. (diakses 09 oktober 2014). URL:  http://dee-jieta.blogspot.com/2013/06/pariwisata-dan-masalah-lingkungan.html

Muhajir, Anton. 2014. Habis Reklamasi Terbitlah Abrasi. (diakses, 11 Oktober 2014). URL: http://indonesiana.tempo.co/read/22861/2014/09/29/antonemus/habis-reklamasi-terbitlah-abrasi

Peraturan Menteri ESDM No. 07 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Reklamasi Dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara. (diakses 09 oktober 2014). URL: http://www.minerba.esdm.go.id/library/.../Permen%20ESDM%2007%202014....

Resa, Masya, Ade. 2014. Dampak Pembangunan Pariwisata Terhadap Lingkungan. (diakses 09 oktober 2014). URL: http://studioriau.com/artikel/lingkungan/dampak-pembangunan-pariwisata.html

Sella, Ranirosa. 2013. Manfaat Menjaga Kebersihan Lingkungan. (diakses 09 oktober 2014). URL: http://rosaspenzu.blogspot.com/2013/03/manfaat-menjaga-kebersihan-lingkungan_18.html

Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta. Gava Media.
Wijaya, Indra. 2014. Reklamasi Pesisir Untuk Siapa. (diakses 09 oktober 2014). URL: http://politik.kompasiana.com/2014/08/11/reklamasi-pesisir-untuk-siapa-679410.html

Wikipedia. 2014. Lingkungan. (diakses 09 oktober 2014) URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar