BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara indonesia merupakan salah satu
Negara berkembang di wilayah ASIA Tenggara yang memiliki kepulauan terbesar di
seluruh dunia, kemajuan perkembangan Indonesia sangat menjanjikan seiiring
besarnya pembangunan di daerah-daerah. Kemajuan pembanguna tersebut merupakan
sebagai cermin akan kemajuan Negara Indonesia itu sendiri, salah satu
pembangunan yang telah menuaikan keberhasilan dalam memajukan perekonomian
indonesia yaitu pembangunan dibidang
pariwisata di setiap daerah di indonesia seperti Pulau Bali, Yogyakarta, Raja
Ampat, dan Wakatobi.
Pembangunan pada prinsipnya adalah
merupakan sesuatu proses perubahan pokok pada masyarakat dari suatu keadaan
nasional tertentu menuju keadaan nasional lain yang dianggap lebih bernilai,
Katz (dalam Sunaryo, 2013). Dalam pengertian yang agak mirip, Philip Roup
mengartikan pembangunan sebagai proses perubahan dengn tanda-tanda dari sesuatu
keadaan nasiona tertentu yang dianggap kurang dikehendaki menuju ke sesuatu
keadaan nasional tertentu yang dinilai lebih dikehendaki, Plilip Roup (dalam
Sunaryo, 2013).
Manakala pemahaman pengertian pengertian
pembagunan seperti tersebut diatas diaplikasikan pada sektor kepariwisataan,
maka dapat dikonstruksikan bahwa pembangunan kepariwisataan merupakan seuatu
proses perubahan poko yang dilakukan oleh manusia secara terencana pada suatu
kondisi kepariwisataan tertentu yang dinilai kurang baik, yang diarahkan menuju
ke suatu kondisi kepariwisataan tertentu yang dianggap lebih baik atau lebih
diinginkan, Sunaryo (2013).
Pada hakikatnya pembangunan bertujuan
untuk meningkatkan kemakmuran dan menciptakan keaneka-ragaman kegiatan
perekonomian, seperti adanya pembangunan sektor pertambangan, pertanian,
perindustria, peternakan, jasa-jasa dan pariwisata serta banyak sektor lainnya.
Semakin banyak kegiatan perekonomian disuatu Negara, akan semakin kuat
kemampuan Negara bersangkutan dalam segala hal. Itu pulalah sebabnya mengapa
pemerintah berusaha mengadakan divertivikasi kegiatan perekonomian di Indonesia,
dan industri pariwisata adalah salah satu kegiatan tersebut.
Proses penciptaan keaneka-ragaman
kegiatan itu seharusnya berbarengan dengan pemeliharaan lingkungan, Karena
lingkungan memang menyangkut semua aspek kehidupan didunia ini, termaksud diantaranya
kehidupan manusia. Faktor manusia besar pengaruhnya terhadap keadaan
lingkungan, baik dilihat dari segi jumlahnya, aktivitas yang dilakukan,
penyebarannya, tingkat sosial ekonominya maupun dari tingkah laku dan pandangan
hidupnya. Apabila lingkungan bersih dan tertata dengan rapi akan member manfaat
bagi masyarakat itu sendiri diantaranya: (1) Terhindar dari penyakit yang
disebabkan lingkungan yang tidak sehat, (2) lingkungan menjadi lebih sejuk, (3)
bebas dari polusi udara, (4) Air menjadi bersih dan aman untuk di minum, (5)
lebih tenang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari, Sella (2013).
Dalam hal lingkungan perlu adanya
perhatian bahwa adanya pembangunan pariwisata di samping dampak positif bagi masyarakat
sekitar, pengembangan juga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam upaya pengembangan pariwisata perlu
diperhitungkan dampak negatif yang ditimbulkan demi kelestarian pariwisata
maupun kelestarian fungsi lingkungan sekitar kawasan pariwisata. Pelaksanaan
pembanguanan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
ternyata mempunyai dampak terhadap lingkungan sekitar baik langsung maupun
tidak langsung baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal yang
sama juga terjadi dalam pengembangan pariwisata, dimana disamping pengembangan
pariwisata itu sendiri menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar objek wisata, pengelolaan lingkungan dan
pengelolaan objek wisata itu sangat mempengaruhi kelestarian fungsi lingkungan
dan objek wisata itu sendiri.
Isu
reklamasi saat ini sangat sering terdengar terkait dengan pembangunan
pariwisata di Indonesia, adanya pengembangan suatu objek wisata membuat para
pembuat kebijakan memberikan ijin untuk mereklamasi suatu daerah. Terlepas dari
adanya dampak positif maupun negatif, banyak yang menolak akan adanya reklamasi
tersebut sehingga akan mengakibatkan kerusakan lingkungan masyarakat. Kerusakan
lingkungan akibat reklamasi kemungkinan akan mempengaruhi kelestarian fungsi
lingkungan dan tempat tinggal masyarakat setempat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pariwisata
dan Lingkungan
Menurut
Ahmad (dalam Geografi 2011) Yang dimaksud dengan lingkungan
adalah jumlah semua benda hidup dan mati serta seluruh kondisi yang ada di
dalam lingkungan adalah jumlah semua benda hidup dan mati serta seluruh kondisi
yang ada di dalam ruang yang kita tempati.
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya
alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun
di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti
keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga
dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia. Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah,
udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah
segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri), Wikipedia (2014).
Menurut
Astuti (----) sebenarnya pariwisata lebih tepat disebut sebagai “Aktivitas”,
tapi jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, aktivitas tersebut menciptakan
permintaan yang memerlukan pemasaran bagi produk aktivitasnya. Produk yang
dihasilkan oleh perusahaan jasa pariwisata, produk-produk tersebut berupa
barang-barang dan jasa-jasa, oleh karena itu kegiatan pariwisata lazim disebut
dengan ”Industri pariwisata” atau “tourism industry”.
Pada
dasarnya kegiatan pariwisata adalah kegiatan menjual lingkungan, orang yang
berpergian dari suatu daerah ke daerah tujuan wisata adalah ingin menikmati
lingkungan seperti pemandangan alma, atraksi budaya, arsitektur, makana dan
minuman, benda seni, dan lainnya yag berbeda dengan lingkungan tempat
tinggalnya.
Menurut
Lestari (2013) pariwisata adalah industry kelangsungan hidupnya dangat
ditentukan oleh baik dan buruknya lingkungan. Sektor wisata
sebagai industri jasa merupakan sektor yang sangat peka terhadap lingkungan.
Kerusakan lingkungan seperti pencemaran limbah domestik, kumuh, adanya gangguan
terhadap wisatawan, penduduk yang kurang/tidak bersahabat, kesemerautan
lalulintas, kriminalitas, dan lain-lain, akan dapat mengurangi jumlah wisatawan
yang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Oleh karena itu pengembangan
pariwisata harus menjaga kualitas lingkungan
Menurut Mihalic (dalam Hakim 2004) yang
dikutip di http://dee-jieta.blogspot.com/2013/06/pariwisata-dan-masalah-lingkungan.html,
kualitas lingkungan meliputi kualitas bentang alam atau pemandangan alamiah itu
sendiri. Kualitas ini dapat menurun karena aktivitas manusia. Menurut hukum
permintaan wisata, kualitas lingkungan merupakan bagian integral dari
suguhan-suguhan alamiah. Dengan demikian, pemeliharaan terhadap kualitas
lingkungan menjadi syarat mutlak bagi daya tahan terhadap kompetisi pemilihan
tujuan wisata oleh wisatawan. Jika kualitas lingkungan suatu daerah tujuan
wisata menurun, maka tempat tersebut cenderung diabaikan.
Menurut Resa (2014). Secara teori, hubungan lingkungan
alam dengan pariwisata harus mutual dan bermanfaat. Wisatawan menikmati
keindahan alam dan pendapatan yang dibayarkan wisatawan digunakan untuk
melindungi dan memelihara alam guna keberlangsungan pariwisata. Hubungan
lingkungan dan pariwisata tidak selamanya simbiosa yang mendukung dan
menguntungkan sehingga upaya konservasi, apresiasi, dan pendidikan dilakukan
agar hubungan keduanya berkelanjutan, tetapi kenyataan yang ada hubungan
keduanya justru memunculkan konflik. Pariwisata lebih sering mengeksploitasi
lingkungan alam, dampak pariwisata terhadap lingkungan fisik merupakan dampak
yang mudah diidentifikasi karena nyata. Pariwisata memberikan keuntungan dan
kerugian, sebagai berikut:
a. Air
Air mendapatkan polusi dari pembuangan limbah cair (detergen
pencucian linen hotel) dan limbah padat(sisa makanan tamu). Limbah-limbah itu
mencemari laut, danau dan sungai. Air juga mendapatkan polusidari buangan bahan
bakar minyak alat transportasi air seperti dari kapal pesiar.Akibat dari
pembuangan limbah, maka lingkungan terkontaminasi, kesehatan masyarakat
terganggu, perubahan dan kerusakan vegetasi air, nilai estetika perairan
berkurang (seperti warna laut berubah dari warnabiru menjadi warna hitam) dan
badan air beracun sehingga makanan laut (seafood) menjadi berbahaya.Wisatawan menjadi
tidak dapat mandi dan berenang karena air di laut, danau dan sungai tercemar. Masyarakat
dan wisatawan saling menjaga kebersihan perairan guna mengurangi polusi air,
alat transportasi air yang digunakan, yakni angkutan yang ramah lingkungan,
seperti perahu dayung, kayak, dan kano.
b. Pegunungan dan area liar
Wisatawan asal daerah bermusim panas memilih berwisata ke
pegunungan untuk berganti suasana, aktivitas di pegunungan berpotensi merusak
gunung dan area liarnya. Pembukaan jalur pendakian, pendirian hotel di kaki
bukit, pembangunan gondola (cable car),
dan pembangunan fasilitas lainnya merupakan beberapa contoh pembangunan yang
berpotensi merusak gunung dan area liar. Akibatnya terjadi tanah longsor, erosi
tanah, menipisnya vegetasi pegunungan (yang bisa menjadi paru-paru masyarakat),
potensi polusi visual dan banjir yang berlebihan karena gunung tidak mampu
menyerap air hujan. Reboisasi (penanaman kembali pepohonan di pegunungan) dan
peremajaan pegunungan dilakukan sebagai upaya pencegahan kerusakan pegunungan
dan area liar.
c. Situs sejarah, budaya, dan keagamaan
Penggunaan yang berlebihan untuk kunjungan wisata
menyebabkan situs sejarah, budaya dan keagamaan mudah rusak. Kepadatan di
daerah wisata, alterasi fungsi awal situs, komersialisasi daerah wisasta
menjadi beberapa contoh dampak negatif kegiatan wisata terhadap lingkungan
fisik. Situs keagamaan didatangi oleh banyak wisatawan sehingga mengganggu
fungsi utama sebagai tempat ibadah yang suci. Situs budaya digunakan secara
komersial sehingga dieksploitasi secara berlebihan (contoh Candi menampung
jumlah wisatawan yang melebihi kapasitas). Kapasitas daya tampung situs
sejarah, budaya dan keagamaan dpat diperkirakan dan dikendalikan melalui
manajemen pengunjung sebagai upaya mengurangi kerusakan pada situs sejarah,
budaya dan keagamaan. Upaya konservasi dan preservasi serta renovasi dapat
dilakukan untuk memperpanjang usia situs-situs tersebut.
d. Wilayah perkotaan dan pedesaan
Pendirian hotel, restoran, fasilitas wisata, toko
cinderamata dan bangunan lain dibutuhkan di daerah tujuan wisata. Seiring
dengan pembangunan itu, jumlah kunjungan wisatawan, jumlah kendaraan dan
kepadatan lalu lintas jadi meningkat. Hal ini bukan hanya menyebabkan tekanan
terhadap lahan, melainkan juga perubahan fungsi lahan tempat tinggal menjadi
lahan komersil, kemacetan lalu lintas, polusi udara dan polusi estetika
(terutama ketika bangunan didirikan tanpa aturan penataan yang benar). Dampak
buruk itu dapatdiatasi dengan melakukan manajemen pengunjung dan penataan
wilayah kota atau desa serta membedayakan masyarakat untuk mengambil andil yang
besar dalam pembangunan.
e. Pantai dan pulau
Pantai dan pulau menjadi pilihan destinasi wisata bagi
wisatawan, namun pantai dan pulau sering menjadi tempat yang mendapatkan dampak
negatif dari pariwisata. Pembangunan fasilitas wisata di pantai dan pulau,
pendirian prasarana (jalan, listrik, air), pembangunan infrastruktur (bandara,
pelabuhan) mempengaruhi kapasitas pantai dan pulau. Lingkungan tepian pantai
rusak (contoh pembabatan hutan bakau untuk pendirian akomodasi tepi pantai), kerusakan
karang laut, hilangnya peruntukan lahan pantai tradisional dan erosi pantai
menjadi beberapa akibat pembangunan pariwisata. Preservasi dan konservasi
pantai dan laut menjadi pilihan untuk memperpanjang usia pantai dan laut, pencanangan
taman laut dan kawasan konservasi menjadi pilihan. Wisatawan juga ditawarkan
kegiatan ekowisata yang bersifat ramah lingkungan beberapa pengelola pulau
(contoh pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu) menawarkan paket perjalanan
yang ramah lingkungan yang menawarkan aktivitas menanam lamun dan menanam bakau
di laut.
2.2.Reklamasi Pantai
Peraturan Menteri ESDM (2014)
mendefinisikan bahwa Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan
usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesua peruntukannya.
Menurut Hamisi (2010), Reklamasi adalah suatu proses membuat
daratan baru pada suatu daerah perariran/pesisir pantai atau daerah rawa. Hal
ini umumnya dilatarbelakangi oleh semakin tingginya tingkat populasi manusia
khususnya dikawasan pesisir, yang menyebabkan lahan untuk pembangunan semakin
sempit. Pertumbuhan
penduduk dengan segala aktivitasnya tidak bisa dilepaskan dengan masalah kebutuhan
lahan. Pembangunan yang ditujukan untuk menyejahterakan rakyat yang lapar lahan
telah mengantar pada perluasan wilayah yang tak terbantahkan.
Pembangunan
kawasan komersial jelas akan mendatangkan banyak keuntungan ekonomi bagi
wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan disini adalah semakin banyak kawasan
komersial yang dibangun maka dengan sendirinya juga akan menambah pendapatan
asli daerah (PAD). Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota
dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (Pemekaran Kota),
penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dan lain-lain. Namun harus
diingat pula bahwa bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan
(intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu
dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan perubahan ekosistem
seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, dan berpotensi
gangguan lingkungan.
Hal ini
menyebabkan manusia memikirkan untuk mencari lahan baru, terutama daerah strategis
dimana terjadi aktivitas perekonomian yang padat sperti pelaburan, Bandar
udara, atau kawasan komersil lainnya, dimana lahan eksisting yang terbatas
luasnya dan kondisinya harus dijadinkan dan diubah menjadi lahan yang produktif
untuk jasa dan kegiatan perkotaan.
Undang-undang
No. 27 tahun 2007 pada pasal 34 menjelaskan bahwa hanya dapat dilaksanakan jika
manfaat sosial daan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan
biaya ekonominya. Namun demikian, pelaksanaan reklamasi juga wajib menjaga dan
memperhatikan beberapa hal seperti (a) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan
masyarkat, (b) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan pelestarian
lingkungan pesisir, serta (c) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan
penimbunan material, Hamisi (2010).
Jika hal hal
pokok yang diatur dalam Undang-undang reklamasi maka kita yakin bahwa reklamasi
akan sangat bermanfaat dan berguna bagi masyrakat yang ada pada lingkungan
pesisir tersebut.namun kenyataan berkata lain, banyak reklamasi yang berujung
kerusakan lingkungan, pengusuran nelayan, dan penutupan akses pantai untuk
masyarakat umum.
2.3 Dampak
Reklamasi Pantai Terhadap Lingkungan
Dalam melakukan reklamasi terhadap
kawasan pantai, harus memperhatikan berbagai aspek/dampak-dampak yang akan
ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Dampak-dampak tersebut antara lain dampak
lingkungan, sosial budaya maupun ekonomi. Dampak lingkungan misalnya mengenai
perubahan arus laut, kehilangan ekosistem penting, kenaikan muka air sungai
yang menjadi terhambat untuk masuk ke laut yang memungkinkan terjadinya banjir
yang semakin parah, kondisi lingkungan di wilayah tempat bahan timbunan,
sedimentasi, perubahan hidrodinamika yang semuanya harus tertuang dalam
analisis mengenai dampak lingkungan. Dampak sosial budaya diantaranya adalah
kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM (dalam pembebasan tanah), perubahan
kebudayaan, konflik masyarakat, dan isolasi masyarakat. Sementara dampak
ekonomi diantaranya berapa kerugian masyarakat, nelayan, petambak yang kehilangan
mata pencahariannya akibat reklamasi pantai.
Menurut Maksur (2008) yang dikutip di http://perencanaankota.blogspot.com/2013/12/manfaat-dan-dampak-reklamasi-pantai.html.
Kegiatan Reklamasi pantai
memungkinkan timbulnya dampak yang diakibatkan. Adapun untuk menilai dampak
tersebut bisa dibedakan dari tahapan yang dilaksanakan dalam proses reklamasi
yaitu:
a. Tahap Pra
Konstruksi, antara
lain meliputi kegiatan survey teknis dan lingkungan, pemetaan dan pembuatan pra
rencana, perijinan, pembuatan rencana detail atau teknis.
b. Tahap
Konstruksi, kegiatan
mobilisasi tenaga kerja, pengambilan material urug, transportasi material urug,
proses pengurugan.
c. Tahap
Pasca Konstruksi,
yaitu kegiatan demobilisasi peralatan dan tenaga kerja, pematangan lahan,
pemeliharaan lahan.
Wilayah yang kemungkinan terkena
dampak adalah :
a. Wilayah pantai yang semula merupakan
ruang publik bagi masyarakat akan hilang atau berkurang karena akan
dimanfaatkan kegiatan privat. Dari sisi lingkungan banyak biota laut yang mati
baik flora maupun fauna karena timbunan tanah urugan sehingga mempengaruhi
ekosistem yang sudah ada.
b. System hidrologi gelombang air laut
yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya. Berubahnya alur air akan
mengakibatkan daerah diluar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak
sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan
terjadinya banjir atau rob karena genangan air yang banyak dan lama.
c. Ketiga, aspek sosialnya, kegiatan
masyarakat di wilayah pantai sebagian besar adalah petani tambak, nelayan atau
buruh. Dengan adanya reklamasi akan mempengaruhi ikan yang ada di laut sehingga
berakibat pada menurunnya pendapatan mereka yang menggantungkan hidup kepada
laut. Selanjutnya adalah aspek ekologi, kondisi ekosistem di wilayah pantai
yang kaya akan keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai
penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap perubahan
sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan
mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem. Ketidakseimbangan ekosistem
perairan pantai dalam waktu yang relatif lama akan berakibat pada kerusakan
ekosistem wilayah pantai, kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai.
Ada
bermacam dampak reklamasi daerah pesisir pantai yang banyak dilakukan pada
negara atau kota maju dalam rangka memperluas daratan sehingga bisa digunakan
untuk area bisnis, perumahan,wisata rekreasi dan keperluan lainya. selalu ada
dampak positif dan negatif dalam setiap kegiatan termasuk dalam hal pengurugan
tepi laut ini, bisa jadi yang melakukan kegiatan hanya mendapat keuntunganya
saja sementara kerugian harus ditanggung oleh pihak yang tidak mengerti
apa-apa, tanpa disadari banyak daerah pesisir pantai terpencil yang hilang
karena aktifitas reklamasi ini.
Dampak negatif atau kerugian
reklamasi pesisir pantai
a. Peninggian muka air laut karena area
yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah menjadi daratan.
b. Akibat peninggian muka air laut maka
daerah pantai lainya rawan tenggelam, atau setidaknya air asin laut naik ke
daratan sehingga tanaman banyak yang mati, area persawahan sudah tidak bisa
digunakan untuk bercocok tanam, hal ini banyak terjadi diwilayah pedesaan pinggir
pantai.
c. Musnahnya tempat hidup hewan dan
tumbuhan pantai sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu, apabila gangguan
dilakukan dalam jumlah besar maka dapat mempengaruhi perubahan cuaca serta
kerusakan planet bumi secara total.
d. Pencemaran laut akibat kagiatan di
area reklamasi dapat menyebabkan ikan mati sehingga nelayan kehilangan lapangan
pekerjaan.
Dampak positif atau keuntungan
reklamasi pesisir pantai
a. Ada tambahan daratan buatan hasil
pengurugan pantai sehingga dapat dimanfaatkan untuk bermacam kebutuhan.
b. Daerah yang dilakukan reklamasi
menjadi aman terhadap erosi karena konstruksi pengaman sudah disiapkan sekuat
mungkin untuk dapat menahan gempuran ombak laut.
c. Daerah yang ketinggianya dibawah
permukaan air laut bisa aman terhadap banjir apabila dibuat tembok penahan air
laut di sepanjang pantai.
d. Tata lingkungan yang bagus dengan
perletakan taman sesuai perencanaan, sehingga dapat berfungsi sebagai area
rekreasi yang sangat memikat pengunjung.
2.4 Reklamasi Pantai dan Pariwisata
Kaitannya dengan
pariwisata, ada beberapa kasus reklamasi akibat pembanguanan pariwisata yang
menyebabkan lingkungan sekitar rusak seperti trjadinya abrasi pantai,
kehancuran terumbu karang tempat ikan hias, hilangnya pekerjaan nelayan,
tercabutnya tradisi lokal, dan masalah sosial lainnya. Kasus-kasus tersebut
antara lain:
1. Reklamasi
Pantai Kota Manado.
Adanya reklamasi
pantai di Kota Manado yang dikembangkan sebagai kawasan fungsional dengan pola
super blok dan mengarah pada terbentuknya Central Business District (CBD),
mengakibatkan adanya perubahan wajah kota pada daerah pesisir pantai.
Pertumbuhan dan perkembangan Kota Manado menjadi lebih condong ke arah
pantai/laut sebingga Kawasan Boulevard lebih terbuka dan menjadi salah satu
bagian depan kota yang berorientasi ke laut. Hal ini menyebabkan aktivitas
masyarakat banyak terserap pada kawasan tersebut, baik untuk menikmati
keindahan pantai ataupun dimanfaatkan oleh sektor informal untuk mencari
nafkah. Kondisi seperti yang disebutkan di atas membawa pengaruh terhadap
keberadaan ruang publik di Kawasan Boulevard.
Pengembangan
wilayah reklamasi di sekitar kawasan tersebut memperlihatkan gejala mulai
hilangnya ruang publik yang ada. Akses masyarakat terhadap view pantai dan
pesisirnya mulai berkurang seiring dengan semakin berkembangnya pembangunan di
wilayah tersebut.
Dampak reklamasi
di pesisir pantai Kawasan Boulevard telah mengakibatkan berkurangnya
aksesibilitas ruang publik, ketidakberlanjutan fungsi ruang publik, terciptanya
pola penataan ruang publik yang tidak memberikan keleluasaan akses bagi
masyarakat dan munculnya pola penguasaan ruang publik yang tertutup dan
berkesan private-domain.
Strategi
pengelolaan ruang publik di Kawasan Boulevard akibat dampak reklamasi dilakukan
dengan pendekatan yaitu, (1) teknis, berupa peralihan fungsi ruang publik,
penataan koridor pesisir pantai akibat reklamasi dan penataan alokasi ruang
bagi sektor informal, (2) regulasi, berupa penerapan kebijakan pemanfaatan
ruang publik dan penerapan sangsi yang tegas, (3) kemitraan pemerintah, swasta
dan masyarakat, berupa peningkatan peran seluruh stakeholders dan penerapan
kebijakan insentif-disinsentif, Hamisi (2010).
2. Reklamasi
Pantai Donggala
Reklamasi pantai
yang dilakukan sebagai aktifitas proyek jalan lingkar kota Donggala, Saat ini
telah menyebabkan pohon-pohon mangrove yang tumbuh di kawasan ini menjadi
rusak, batu-batu karang yang biasanya terlihat di pinggir pantai pun sudah
tidak tampak lagi, yang terlihat hanyalah tumpukan tanah kapur hasil reklamasi,
yang sebahagiannya telah diratakan.
Karenanya,
ditengah perdebatan dan pertentangan terhadap proyek reklamasi Pantai Donggala,
diperlukan kebesaran hati dari pengambil kebijakan untuk mengevaluasi
pelaksanaan proyek ini sembari membuka ruang dialog dengan berbagai pihak, DPRD,
Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat, untuk duduk bersama guna menimbang
untung-rugi proyek ini, apabila benar menguntungkan dan dilaksanakan dengan
komitmen dan kesungguhan maka kegiatan ini perlu diteruskan. Sebaliknya bila
merugikan maka aktifitas ini harus dihentikan.
Dengan kata lain
Pemerintah Kabupaten Donggala dituntut untuk dapat berkomunikasi, berkonsultasi
dan bernegosiasi dengan publik. Hanya dengan jalan ini maka pembangunan yang
dilaksanakan akan benar-benar dapat diterima semua pihak dan memberikan
keuntungan bagi lingkungan hidup dan masyarakat Donggala, Hamisi (2010)
3. Reklamasi
Jakarta
Dalam Perda
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun
2007-2012, terutama dalam implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi Jakarta, khususnya di Jakarta Utara direncanakan pengembangan
reklamasi Pantura Jakarta. Proyek itu dimaksudkan selain untuk memperbaiki
kualitas lingkungan juga untuk pusat niaga dan jasa skala internasional,
perumahan, dan pariwisata.
Namun, harus
disadari pula bahwa reklamasi pantura Jakarta bukan hanya sekadar mengeruk,
kemudian memunculkan daratan baru atau untuk kepentingan komersial semata.
Lebih dari itu, yang harus dipikirkan bagaimana dampak ekologis kawasan pantai
dengan reklamasi tersebut. Contoh saja ketika Pantai Indah Kapuk dibangun, yang
terjadi kemudian adalah akses jalan tol ke bandara tergenang air sehingga
banjir. Lalu, saat PT Mandara Permai membangun Perumahan Pantai Mutiara di
Muara Karang, PLTU Muara Karang pun terganggu. Padahal, pasokan listrik untuk
Jakarta dan sekitarnya berasal dari PLTU Muara Karang, Jakarta Utara, Hamisi
(2010)
4. Reklamasi
Teluk Lampung
Reklamasi pantai
yang dilaksanakan pada awal tahun 1980-an dan berlangsung sampai sekarang telah
berdampak negatif langsung terhadap nelayan yang wilayah usahanya pada laut
dangkal (Sukaraja) maupun nelayan di Dusun Cangkeng – Kotakarang.
Dampak yang dirasakan oleh nelayan laut
dangkal hilangnya beberapa jenis ikan tangkapan seperti rebun, teri, dan
kerapan, semakin jauhnya wilayah tangkapan, terumbu karang tersedimentasi oleh
lumpur, dan usaha menangkap ikan dengan bubu tidak dapat dilakukan lagi. Akibat
dari hal tersebut menurunkan hasil tangkap nelayan yang akhirnya berdampak
terhadap kesejahteraan nelayan, Hamisi (2010).
5. Reklamasi
Pantai Jerman, Kuta-Bali.
Lokasi pantai
ini di sebelah utara Bandara Ngurah Rai menuju ke pusat pariwisata Kuta.
Disebut pantai Jerman karena dulunya ada perumahan orang-orang Jerman. Tapi,
perumahan tersebut kini tak ada lagi. Mereka terdesak abrasi, garis pantai pun
makin mendekat ke daratan. Padahal, menurut cerita warga, dulu garis pantai
berjarak lebih dari 500 meter dari pantai saat ini.
Abrasi sangat
mungkin terjadi karena siklus alam biasa. Tapi, abrasi di Pantai Jerman makin
parah setelah ada reklamasi untuk pembangunan Bandara Ngurah Rai Bali. Saya ke
sana beberapa kali dan ngobrol dengan warga lokal terutama yang berumur 40-an
tahun ke atas. Mereka bercerita bahwa abrasi makin cepat setelah reklamasi
Bandara Ngurah Rai.
Landasan pacu
bandara terbesar di Bali ini memang hasil reklamasi pada 1963-1969. Reklamasi
sepanjang 1,5 km dilakukan untuk memperpanjang landasan pacu seiring tujuan
menjadikannya sebagai bandara internasional. Bahan reklamasi adalah batu kapur
dari Ungasan dan batu kali serta pasir dari Sungai Antosari, Tabanan. Tapi,
reklamasi di Bandara Ngurah Rai dalam batas tertentu bisa dimaklumi. Ada tujuan
lebih besar, penyediaan transportasi publik. Beda kasus dengan contoh kedua dan
ketiga, Muhajirin (2014).
2.5 Menyikapi Reklamasi Pantai Dengan
Paradigma Baru
Di satu sisi reklamasi mempunyai dampak
positif sebagai daerah pemekaran kawasan dari lahan yang semula tidak berguna
menjadi daerah bernilai ekonomis tinggi. Dan di sisi lain jika tidak
diperhitungkan dengan matang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Di
sinilah diperlukan kepedulian dan kerja sama sinergis dari semua komponen
stakeholders.
Reklamasi khususnya reklamasi pantai
masih diperlukan selama dilakukan dengan kajian yang komprehensif. Simulasi
prediksi perubahan pola arus hidrodinamika laut secara teknis dapat dilakukan
dengan model fisik (laboratorium) atau model matematik. Dari pemodelan ini
dapat diperkirakan dampak negatif yang terjadi dan cara penanggulangannya.
Reklamasi ditinjau dari sudut
pengelolaan daerah pantai, harus diarahkan pada tujuan utama pemenuhan
kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat. Usaha reklamasi
janganlah semata-mata ditujukan untuk mendapatkan lahan dengan tujuan komersial
belaka. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat
dilaksanakan dengan terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara
transparan dan ilmiah (bukan pesanan) terhadap seberapa besar kerusakan
lingkungan yang diakibatkannya. Dengan kerja sama yang sinergis antara
Pemerintah dan jajarannya, DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat maka
keputusan yang manis dan melegakan dapat diambil. Jika memang berdampak positif
maka reklamasi dapat dilaksanakan, namun sebaliknya jika negatif tidak perlu
direncanakan. Dari semua itu, yang lebih penting adalah adanya perubahan
attitude dari masyarakat dan Pemerintah. Pelaksanaan aturan hukum harus ditaati
dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait.
Berbagai biaya sosial dan lingkungan
hidup itu seharusnya juga diperhitungkan dalam perencanaan reklamasi. Namun,
sayangnya terdapat paradigma yang memposisikan suatu kota sebagai kota
multifungsi, dimana diharapkan mampu mendatangkan keuntungan yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan warganya. Padahal paradigma itu telah terbukti
gagal total dalam implementasinya di lapangan. Berbagai permasalahan sosial dan
lingkungan hidup dapat timbul dan sulit dipecahkan di daerah reklamasi saat ini
justru disebabkan oleh paradigma tersebut.
Perencanaan reklamasi sudah seharusnya
diselaraskan dengan rencana tata ruang kota. Tata ruang kota yang baru nantinya
harus memerhatikan kemampuan daya dukung sosial dan ekologi bagi pengembangan
Kota. Daya dukung sosial dan ekologi tidak dapat secara terus-menerus
dipaksakan untuk mempertahankan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi dan
politik. Fungsi kota sebagi pusat perdagangan, jasa dan industri harus secara
bertahap dipisahkan dari fungsi kota ini sebagai pusat pemerintahan.
Proyek reklamasi di sekitar kawasan
pantai seharusnya terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan
dan ilmiah melalui sebuah kajian tekhnis terhadap seberapa besar kerusakan
lingkungan yang akan ditimbulkannya lalu disampaikan secara terbuka kepada
publik. Penting diingat reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi)
manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam
keadaan seimbang dan dinamis, hal ini tentunya akan melahirkan perubahan
ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi, sedimentasi pantai, serta
kerusakan biota laut dan sebagainya.
Sebuah ekosistem pantai yang sudah lama
terbentuk dan tertata sebagaimana mestinya dapat hancur atau hilang akibat
adanya reklamasi. Akibatnya adalah kerusakan wilayah pantai dan laut yang pada
akhirnya akan berimbas pada ekonomi nelayan. Matinya biota laut dapat membuat
ikan yang dulunya mempunyai sumber pangan menjadi lebih sedikit sehingga ikan
tersebut akan melakukan migrasi ke daerah lain atau kearah laut yang lebih
dalam, hal ini tentu saja akan mempengaruhi pendapatan para nelayan setempat.
Bukan itu saja, sudah mejadi hukum alam,
kegiatan mereklamasi pantai akan menyebabkan penaikan masa air dan memicu
terjadinya abrasi yang secara perlahan-lahan akan menggeser dan menenggelamkan
kawasan sepanjang pantai bukan hanya di kawasan dimana reklamasi itu dilakukan,
namun juga dikawasan lain yang dalam satu kesatuan ekosistim alamiahnya, saat
ini di beberapa kawasan, air pasang yang naik bahkan telah memasuki kawasan
pemukiman.
Selain problem lingkungan dan sosial
ekonomi, maka permasalahan yuridis juga perlu mendapatkan perhatian. Kajian
terhadap landasan hukum rencana reklamasi, pelaksanaan, serta peruntukannya
perlu dipertimbangkan. Ada banyak produk hukum yang mengatur tentang reklamasi
mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Kepres, Permen hingga Peraturan
Daerah, yang menjadi persoalan adalah konsistensi penerapan dan penegakan
aturan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari
uraian diatas dapat disumpulkan beberapa hal yaitu:
1. Adanya dampak positif dan negatif,
perlu adanya peran pemerintah dalam bekerja sama dengan stakeholder, sehingga dapat berjalan sesuai dengan ketentuannya.
2. Tinjauan komprehensif, Simulasi
prediksi perubahan pola arus hidrodinamika laut secara teknis dapat dilakukan
dengan model fisik (laboratorium) atau model matematik. Dari pemodelan ini
dapat diperkirakan dampak negatif yang terjadi dan cara penanggulangannya.
3. Reklamasi harus semata-mata diolah
dan diarahkan pada tujuan pemenuhan lahan baru karena kekurangnya persediaan
lahan baru, dan tidak semata-mata tidak memenuhi kebutuhan komersial belaka.
4. Kegiatan
reklamasi dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh
lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya, serta memperhatikan dan menjaga
kehidupan masyarakat serta kelestarian lingkungan.
5. Beberapa
kasus yang terjadi menunjukkan bahwa implementasi kegiatan reklamasi di
lapangan seringkali tidak sesuai dengan perencanaannya sehingga mengakibatkan
kerusakan secara sosial, ekonomi maupun lingkungan, sehingga menimbulkan
resistensi dari masyarakat.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas,
penulis dapat memberikan saran tentang beberapa hal:
1. Terkait dampak positif dan negatif,
pemerintah diupaya agar mengedapankan dampak negative terhadap lingkungan,
sehingga masyarakat sekitar dapat hidup dengan nyaman.
2. Dari tinjauan komprehensif, perlu
banyak masukkan dari para akademisi maupun para peneliti tentang reklamasi,
sehingga dampak negative yang ditimbulkan lebih terminimalisir.
3. Berkaitan dengan pembangunan industri
pariwisata khususnya objek wisata pantai, reklamasi sebaiknya tidak tilakukan
karena dapat menimbulkan kerusakan terumbu karang dan dapat menyebabkan abrasi
pantai.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
-------. Manfaat dan Dampak reklamasi Pantai. (diakses 09 oktober 2014). URL: http://perencanaankota.blogspot.com/2013/12/manfaat-dan-dampak-reklamasi-pantai.html
Astuti,
Sri, Ni Nyoman. ----. Peranan Industri Pariwisata Dalam Mewujudkan Pariwisata
Berkelanjuutan Melalui Pengembangan Pariwisata Alternatif. (jurnal). Denpasar. Politeknik Negeri
Bali.
Geografi.
2011. Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Para Ahli. (diakses 09 oktober 2014).
URL: http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/01/pengertian-lingkungan-hidup-menurut.html
Hamisi,
A, Darius. 2010. Reklamasi Pantai dan Dampaknya Terhadap Wilayah Pesisir.
(diakses 09 oktober 2014). URL: http://darius-arkwright.blogspot.com/2010/04/pendahuluan-reklamasi-adalah-suatu.html
Lestari,
Puji, Dessy. 2013. Pariwisata dan Masalah Lingkungan. (diakses 09 oktober
2014). URL: http://dee-jieta.blogspot.com/2013/06/pariwisata-dan-masalah-lingkungan.html
Muhajir,
Anton. 2014. Habis Reklamasi Terbitlah Abrasi. (diakses, 11 Oktober 2014). URL:
http://indonesiana.tempo.co/read/22861/2014/09/29/antonemus/habis-reklamasi-terbitlah-abrasi
Peraturan
Menteri ESDM No. 07 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Reklamasi Dan Pascatambang
Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara. (diakses 09 oktober
2014). URL: http://www.minerba.esdm.go.id/library/.../Permen%20ESDM%2007%202014....
Resa,
Masya, Ade. 2014. Dampak Pembangunan Pariwisata Terhadap Lingkungan. (diakses
09 oktober 2014). URL: http://studioriau.com/artikel/lingkungan/dampak-pembangunan-pariwisata.html
Sella,
Ranirosa. 2013. Manfaat Menjaga Kebersihan Lingkungan. (diakses 09 oktober
2014). URL: http://rosaspenzu.blogspot.com/2013/03/manfaat-menjaga-kebersihan-lingkungan_18.html
Sunaryo,
Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta. Gava Media.
Wijaya,
Indra. 2014. Reklamasi Pesisir Untuk Siapa. (diakses 09 oktober 2014). URL: http://politik.kompasiana.com/2014/08/11/reklamasi-pesisir-untuk-siapa-679410.html
Wikipedia.
2014. Lingkungan. (diakses 09 oktober 2014) URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar