Selasa, 24 Maret 2015

Potensi Pariwisata Budaya Desa Sade Sebagai Salah Satu Objek Wisata Pulau Lombok-Provinsi Nusa Tenggara Barat



PENDAHULUAN

Pariwisata sering dipersepsikan sebagai wahana untuk meningkatkan pendapatan, terutama meningkatkan pendapatan pemerintah, khusunya perolehan devisa, sehingga pembangunan lebih bersifat ekonomi sentris dan berorientasi terhadap pertumbuhan. Karena jumlah perolehan devisa ditentukan oleh jumlah kunjungan, pengeluaran, dan lama kunjungan wisatawan mancanegara maupun Indonesia. Maka tolak ukur keberhasilan pengembangan pariwisata sering dinilai dengan pencapaian target: jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, pengeluaran wisatawan mancanegara, lamanya wisatawan mancanegara tinggal, Sedarmayanti (2014).
Dewasa ini perkembangan pariwisata Indonesia semakin meningkat, seiring makin banyaknya destinasi-destinasi pariwisata yang tersebar diseluruh pelosok Negeri yang menarik untuk dikunjungi dan dinikmati. Berbagai macam jenis wisata ditampilkan di Indonesia seperti, objek wisata alam, wisata bahari, agrowisata, wisata seni dan budaya, serta jenis wisata lainnya yang bisa dinikmati di Negeri ini.
Perkembangan pariwisata tersebut memberikan dampak yang bagus akan  berkembangnya pembangunan pariwisata di Indonesia, banyak daerah-daerah tertinggal di Indonesia mulai melirik akan prospek perkembangan pariwisata kedepannya. Seiring banyaknya potensi yang dimiliki daerah tersebut, menyebabkan adanya keinginan untuk mengembangkan dengan tujuan untuk menambah peningkatan pendapatan ekonomi serta kemakmuran bagi masyarakat.
Salah satu daerah yang memiliki prospek perkembangan pariwisata di Indonesia yaitu Lombok-Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada saat ini, perkembangan pariwisata di Lombok menunjukkan peningkatan yang sidnifikan seiring adanya faktor pendukung dalam mengembangkan suatu objek wisata yaitu adanya attractions, accessibilities, amenities, ancillaries, and community participation.  Kelima faktor tersebut memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan jumlah kedatangan wisatawan di Lombok
Pesatnya pertumbuhan pariwisata Lombok dengan daya tarik wisata yang beragam, membuat jumlah kunjungan wisatawan di Lombok mengalami peningkatan. Berdasarkan jumlah tingkat kunjungan wisatawan ke Provinsi Nusa Tenggara Barat pada lima tahun terakhir, memberikan dampak terhadap perkembangan pariwisata Lombok. Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara di Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami peningkatan pada lima tahun terakhir yaitu 2008-2012. Pada tahun 2008 tercatat kunjungan wisatawan mencapai 544.501 orang, terdiri 213.926 wisatawan mancanegara dan 330.575 wisatawan nusantara. Tahun 2009 terdata 619.097 orang, terdiri 232.252 wisatawan mancanegara dan 386.845 wisatawan nusantara. Kunjungan wisatawan 2010 terdata 725.388 orang, terdiri 282.161 wisatawan mancanegara dan 443.227 wisatawan nusantara. Tahun 2011 tercatat 886.880 orang, terdiri 364.196 wisatawan mancanegara dan 522.684 wisatawan nusantara. Sedangkan pada tahun 2012, kunjungan wisatawan ke Provinsi NTB mengalami peningkatan yang sidnifikan yaitu mencapai 1.011.214 wisatawan, terdiri 411.073 wisatawan mancanegara dan 600.141 wisatawan nusantara (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, 2013) dalam Khalik (2014). Peningkatan kunjungan wisatawan tersebut tidak lepas dari partisipasi para pelaku wisata (masyarakat lokal) dan pemerintah, sehingga pemerintah melakukan pembinaan masyarakat dengan melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan wisatawan baik terlibat secara perorangan maupun secara bersama-sama.
Meningkatnya jumlah kunjungan yang terjadi merupakan cermin dari terus berkembangnya kepariwisataan Lombok. Dengan demikian untuk mempertahankan dan menambah jumlah kunjungan wisatawan pada tahun berikutnya, hal tersebut tidak terlepas dari pentingnya membangun pariwisata yang tidak hanya berbasis pariwisata alam maupun bahari, akan tetapi pariwisata berbasis kebudayaan juga merupakan hal penting dalam mendukung serta menambah objek wisata di Lombok.
Budaya di Lombok sangatlah beragam salah satunanya adalah budaya tradisional seperti tari tradisional, festival-festival, seni beladiri, seni ukir, dan kerajinan tenun. Keragaman budaya ini sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu objek, sehingga akan memicu terhadap peningkatan pendapatan ekonomi pemerintah maupun masyarakat, tercipnya lapangan kerja, serta membaiknya pola hidup akibat adanya pariwisata yang berbasis budaya tersebut.
Adanya potensi tersebut, akan menimbulkan keinginan untuk membangun serta mengembangkan pariwisata khususnya pariwisata yang berbasis budaya. Sehingga kedepannya akan lebih menarik minat para wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara untuk mengunjungi Lombok dan sekitarnya. Dengan adanya objek wisata budaya ini juga, memberikan lebih banyak pilihan bagi wisatawan yang tidak hanya menikmati wisata alam dan bahari saja, akan tetapi ada juga potensi wisata lain yang sangat sayang untuk dilewatkan oleh mereka, pada saat berkunjung di Lombok yaitu Wisata Budaya. Tulisan ini akan menguraikan tentang potensi pariwisata budaya di pulau Lombok, yang menjadi studi kasusnya disini yaitu pariwisata budaya di Desa Sade-Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

PEMBAHASAN

            Budaya merupakan suatu manifestasi dari akal atau budi manusia yang terbentuk dari banyak unsur, mulai dari sistem kepercayaan, agama, bahasa, mata pencaharian, hingga seni, yang kemudian menjadi cara hidup yang berkembang, dimiliki bersama dan diwariskan dari generasi ke generasi, Wikipedia (dalam Nurdiyansah, 2014). Budaya bersifat jamak, aktif, dan hidup, karena berada dalam dimensi dan aspek yang berbeda, maka masing-masing masyarakat yang tinggal dan menetap disuatu kawasan pun memiliki budaya yang berbeda. Perbedaan itulah yang membuatnya unik dan menarik bagi yang lain.
Di Indonesia sendiri, cultural tourism telah ada sejak berabad-abad lampau. Pada era kejayaan Hindu-Budha, perjalanan wisata dilakukan untuk mengunjungi tempat-tempat sakral (bangunan leluhur sebagai produk wisata). Motivasi untuk mendapatkan pengalaman baru secara batiniah di tempat yang berbeda dianggap penting sebagai relaksasi dan memperkaya diri secara batiniah. Begitu pula tradisi di berbagai kepercayaan dan agama besar saat itu, Nurdiyansah (2014).
            Pariwisata budaya adalah perpaduan dua unsur, sebagai industri maupun sebagai sistem yang berkelanjutan. Caranya adalah dengan mengatur di satu sisi penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemiliharaan sumber daya budaya secara berkelanjutan. Di sisi lain, menghindari kerancuan terminologi baik dari unsur budaya maupun pariwisata.
Banyak orang bicara tentang kebudayaan, tetapi definisi yang digunakannya belum tentu sama. Ada yang menyebut kebudayaan dengan mengacu pada hasil karya manusia yang indah-indah dan lebih menjurus pada istilah kesenian. Beberapa yang lain menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan ciri-ciri yang tampak pada sekelompok anggota masyarakat tertentu sehingga dapat digunakan untuk membedakannya satu kelompok dari kelompok lain. Ada pula yang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan tingkat kemajuan teknologi yang didukung tradisi tertentu. Lalu, dengan pengertian seperti apakah yang dapat menjadikan Kebudayaan dengan komponennya dapat menjadi daya tarik pariwisata?

2.1  Budaya
Kebudayaan merupakan hasil karya manusia dalam meningkatkan taraf hidup dan sebagai proses adaptasi dengan lingkungan. Sebagai sebuah sistem, kebudayaan perlu dilihat dari perwujudan kehidupan manusia yang terkait dengan ide, perilaku dan material yang dipengaruhi oleh berbagai aspek.
Dalam khasanah antropologi, kebudayaan dalam perspektif klasik didefinisikan oleh Koentjaraningrat (1990) sebagai keseluruhan sistem mencakup segala hal yang merupakan hasil cipta, karsa, dan karya manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Dalam perspektif yang lebih kontemporer, kebudayaan didefinisikan sebagai suatu sistem simbol dan makna dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terdapat norma-norma, nilai-nilai tentang hubungan sosial dan perilaku yang menjadi identitas dari masyarakat bersangkutan.
Budaya adalah hasil karya manusia dalam meningkatkan taraf hidup dan proses adaptasi dengan lingkungan. Sebagai sebuah sistem, budaya perlu dilihat dari perwujudan kehidupan manusia yang terkait dengan ide, perilaku dan material hasil cipta, karsa, dan karya manusia yang di dalamnya terdapat norma-norma, nilai-nilai hubungan sosial dan perilaku yang menjadi identitas dari masyarakat. Hasil konferensi UNESCO menyebutkan secara luas bahwa apa yang disebut budaya tidak hanya didefinisikan sebagai seni pertunjukkan seperti musik, tari, teater atau lainnya seperti seni lukis, patung, sastra, bangunan dan sebagainya. Namun mencakup pengertian pada pemikiran lebih luas lagi sebagai komponen utama dalam menemukenali identitas manusia pada satu kelompok, suku etnis, atau bangsa. Singkatnya, kebudayaan adalah “social heritage” dari hasil karya manusia dalam mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup, proses adaptasi dengan lingkungan dan lain sebagainya.
Budaya manusia dibedakan oleh sejarah, latar belakang dan pengembangan sosial. Budaya merupakan  “identitas” yang memiliki  kesamaan ciri-ciri bawaan (traits), dan dapat dikelompokkan meliputi komponen living culture (sosial, ekonomi, politik, bahasa, religi, estetika dan mata pencaharian), wisdom and technology (mata pencaharian, kedamaian, kesenangan, bahasa, pendidikan, pengetahuan,dan teknologi), serta culture heritage mencakup artifak, monumen, manuskrip, tradisi, dan seni.

2.2  Pariwisata
Tourism is the totality of the relationship and phenomena arising from the travel and stay of strangers (orsfremde), provided the stay does not imply the establiment of apermanent residence and is not connected with remunerated activity (Krapf, 1942).
Salah satu rumusan penting adalah deklarasi Piagam Pariwisata berkelanjutan yang menyatakan “Pengembangan pariwisata didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang secara ekologis harus dikelola dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, etika dan sosial masyarakat.” (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995). Disebutkan bahwa pariwisata yang tepat adalah pariwisata yang secara aktif membantu dalam menjaga keberlangsungan suatu daerah kebudayaan, sejarah dan alam. 
Menurut Hartanto (2003) dalam Ardiwidjaja, beberapa pemahaman yang perlu diinternalisasikan kepada semua pemangku antara lain:
a.       pariwisata berkelanjutan mengandung semangat konservatif, bukan eksploitatif (mencegah komersialisasi alam dan budaya);
b.      kegiatan pariwisata adalah suatu proses ekonomisasi pengalaman, dimana terkait dengan pemuasan kebutuhan manusia yang mampu memberi sesuatu melebihi ekspektasi;
c.       pariwisata berkelanjutan memberi kepuasan maksimal kepada semua pihak;
d.      pariwisata berkelanjutan tumbuh secara alamiah yang berbasis masyarakat, lingkungan alam dan sosial-budaya; masyarakat menjadi inti kegiatan pariwisata;
e.       pariwisata berkelanjutan diarahkan agar berkembang dengan adil bersama masyarakat, masyarakat sebagai pelaku utama dalam kegiatan kepariwisataan
2.3  Pariwisata Budaya
Banyak orang bicara tentang pariwisata budaya, akan tetapi pengertian yang dipakai oleh setiap pembicara belum tentu sama. Sementara orang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan hasil karya manusia yang indah-indah atau dengan lain perkataan terbatas pada kesenian.
Pariwisata budaya merupakan jenis pariwisata yang berdasarkan pada mosaik tempat, tradisi, kesenian, upacara-upacara, dan pengalaman yang memotret bangsa/suku bangsa, yang merefleksikan keanekaragaman dan identitas dari masyarakat atau bangsa bersangkutan.
Secara konseptual berdasarkan referensi definisi dan acuan yang ada, pariwisata budaya adalah suatu “konseppengembangan pariwisata berbasis sumberdaya budaya yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian budaya dan lingkungannnya. Caranya adalah melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan secara berkelanjutan sumberdaya budaya sebagai daya tarik pariwisata guna meningkatkan taraf hidup dan ekonomi masyarakat setempat.
Setiap orang akan memberikan pengertian yang berbeda, di satu sisi pariwisata budaya diartikan sebagai pariwisata yang berhubungan dengan cipta karya (creative art) seperti teater, tari, opera dan lukis. Di sisi lain diartikan sebagai pariwisata yang berhubungan dengan cipta Karsa (Humanities) seperti sejarah, tradisi, adat istiadat, bahasa dan sebagainya.
Pariwisata budaya khususnya dalam rangka pelestarian, peran masyarakat lokal sebagai pemilik budaya lebih didahulukan dalam memilah komponen budaya mana yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata. Oleh karenanya dalam mengakomodasi kepentingan dimaksud, beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pariwisata budaya mencakup:
a.         Wisata budaya adalah kegiatan perjalanan seseorang atau kelompok untuk melihat, meneliti, mengetahui, dan memahami kebudayaan (tradisi, perilaku, kerajinan, kesenian, dll) masyarakat di suatu tempat dalam waktu tertentu,
b.        Wisata budaya adalah kegiatan perjalanan seseorang atau kelompok untuk melihat, meneliti, mengetahui, dan memahami hal-hal yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari (eksotis), yang dilakukan dalam waktu tertentu (sementara).
c.         Wisata budaya adalah kegiatan perjalanan seseorang atau kelompok melihat, meneliti, mengetahui, dan memahami kebudayaan masyarakat di suatu tempat dari waktu ke waktu (bukan hanya kebudayaan yang bersifat tradisional saja melainkan kebudayaan yang sudah dipengaruhi oleh kebudayaan lain)
d.        Wisata budaya berkaitan dengan obyek yang memiliki daya tarik kelokalan, menghasilkan nilai tambah dan manfaat, serta berkelanjutan
e.         Wisata budaya juga berkenaan dengan fasilitas, aksesibilitas, pelaku, modal, dan sistem informasi, Ardiwidjaja (tanpa tahun)

2.4  Potensi Pariwisata Budaya Desa Sade di Pulau Lombok
Suku sasak merupakan penduduk asli Pulau Lombok yang terkenal dengan keyakinan Wektu Telu-nya. Wektu Telu adalah sebuah kepercayaan islam dengan perpaduan unsur-unsur Hindu, Budha, dan kepercayaan tradisional setempat. Meskipun mayoritas penduduk Lombok adalah suku sasak dengan kepercayaan Waktu Telu, ada juga masyarakat yang masih memiliki kepercayaan anmisme-buddhisme yang disebut Bodha.
Gambar 1.1: Papan Selamat Datang di Desa Sade


Desa sasak yang paling tua di Lombok adalah Des Bayan yang terletak tidak jauh dari kaki Gunung Rinjani. Namun jika anda ingin mengenal budaya dan kehidupan suku Sasak lebih jauh, maka tempat yang paling tepat dikunjungi adalah Desa Sade. Desa Sade terletak di Kecamatan Pujuk, Kabupaten Lombok Tengah, sekitar 30 km dari Kota Mataram. Masyarakat desa ini memilih mengabaikan modernisasi dunia luar dan terus melestarikan tradisi budaya mereka mulai dari bangunan rumah, adat istiadat, hingga kesenian berupa kerajinan tangan dan tarian yang sangat menarik untuk disaksikan.
Rumah-rumah di desa ini terbuat dari bambu dan kayu serta atap dari bahan ijuk dan jerami. Selain bahan bangunan, bentuk rumah-rumah ini juga sangat unik, kita dapat melihat struktur atap yang membentuk khas dan tinggi. Bagian dalam pun begitu, setiap rumah di desa Sade ini hanya terdiri dari 2 bagian, bagian depan untuk tempat menerima tamu dan bagian belakang sebagai dapur yang posisinya lebih tinggi 2 anak tangga dari ruang depan. Karena kehidupan masyarakat disini yang tetap menggunakan caratradisional, maka anda tidak akan menemukan pendingin udara atau kompor di dalam rumah. Mereka masih tetap memasak menggunakan kayu bakar di tungku yang terbuat dari tanah liat.

Gambar: Rumah di Desa Sade


Menurut Magdalena (Tanpa Tahun), bangunan rumah di Desa Sade dinamakan ‘Bale’, ada beberapa bale di Desa Sade dan bale-bale tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda, diantaranya:

1.      Bale Tani
Yaitu bale yang berbentuk limasan atau joglo, seperti rumah adat Jawa dan merupakan bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai petani. Bale Tani berlantaikan tanah dan terdiri dari beberapa ruangan, yaitu: satu ruang untuk serambi (sesangkok) dan satu ruang untuk kamar (dalam bale). Walaupun dalam bale merupakan ruangan untuk tempat tidur, tetapi kamar tersebut tidak digunakan sebagai tempat tidur. Dalam bale digunakan sebagai tempat menyimpan barang (harta benda) yang dimilikinya atau tempat tidur anak perempuannya, sedangkan anggota keluarga yang lain tidur di serambi. Untuk keperluan memasak (dapur), keluarga Sasak membuat tempat khusus yang disebut pawon.

2.      Bale Jajar
Yaitu bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengah ke atas. Bentuk Bale Jajar hampir sama dengan Bale Tani, yang membedakan adalah jumlah dalam balenya. Bale Jajar mempunyai dua kamar (dalam bale) dan satu serambi (sesangkok), kedua kamar tersebut dipisah oleh lorong/koridor dari sesangkok menuju dapur di bagian belakang. Ukuran kedua dalem bale tersebut tidak sama, posisi tangga/pintu koridornya terletak pada sepertiga dari panjang bangunan Bale Jajar. Bahan yang dibutuhkan untuk membuat Bale Jajar adalah tiang kayu, dinding bedek dan alang-alang untuk membuat atap. Penggunaan alang-alang saat ini sudah mulai diganti dengan menggunakan genteng tetapi dengan tidak merubah tata ruang dan ornamennya. Bangunan Bale Jajar biasanya berada dikomplek pemukiman yang luas dan ditandai oleh keberadaan sambi yang menjulang tinggi sebagai tempat penyimpanan kebutuhan rumah tangga atau keluarga lainnya. Bagian depan Bale Jajar ini bertengger sebuah bangunan kecil (disebut berugaq atau sekepat) dan pada bagian belakangnya terdapat sebuah bangunan yang dinamakan Sekenam, bangunan seperti Berugaq dengan tiang berjumlah enam.

3.      Bale Barugaq/Sekepat
Yaitu bale yang mempunyai bentuk segi empat sama sisi (bujur sangkar) tanpa dinding, penyangganya terbuat dari kayu, bambu dan alang-alang sebagai atapnya. Berugaq atau Sekepat biasanya terdapat di depan samping kiri atau kanan Bale Jajar atau Bale Tani. Berugaq/Sekepat ini didirikan setelah dibuatkan pondasi terlebih dahulu kemudian didirikan tiangnya. Di antara keempat tiang tersebut, dibuat lantai dari papan kayu atau bilah bambu yang dianyam dengan tali pintal (Peppit) dengan ketinggian 4050 cm di atas permukaan tanah. Fungsi dan kegunaan Berugaq/Sekepat adalah sebagai tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Berugaq/Sekepat juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar).

4.      Sekenam
Yaitu bale yang bentuknya sama dengan bale Berugaq/Sekepat, hanya saja Sekenam mempunyai tiang sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam biasanya digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.

5.      Bale Bonter
Yaitu bangunan tradisional Sasak yang umumnya dimiliki oleh para Perkanggo/Pejabat Desa, dusun/kampung. Bale Bonter biasanya dibangun di tengah-tengah pemukiman dan atau di pusat pemerintahan desa/kampung. Bale Bonter dipergunakan sebagai tempat pesangkepan/persidangan adat, seperti: tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat, dan sebagainya. Bale Bonter juga disebut gedeng pengukuhan dan tempat penyimpanan benda-benda bersejarah atau pusaka warisan keluarga. Bale bonter berbentuk segi empat bujur sangkar, memiliki tiang paling sedikit 9 buah dan paling banyak 18 buah. Bangunan ini dikelilingi dinding bedek sehingga jika masuk ke dalamnya seperti aula, atapnya tidak memakai nock/sun, hanya pada puncak atapnya menggunakan tutup berbentuk kopyah berwarna hitam.

6.      Bale Beleq Bencingah
Salah satu sarana penting bagi sebuah kerajaan. Bale Beleq diperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar kerajaan sehingga sering juga disebut Bencingah. Adapun upacara kerajaan yang biasa dilakukan di Bale Beleq diantaranya adalah :
a.       Pelantikan pejabat kerajaan
b.      Penobatan Putra Mahkota Kerajaan
c.       Pengukuhan/penobatan para Kiai Penghulu (Pendita) Kerajaan
d.      Sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka kerajaan seperti persenjataan dan benda pusaka lainnya seperti pustaka/dokumen-dokumen kerajaan.

7.      Bale Tajuk
Yaitu salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki keluarga besar. Bale Tajuk berbentuk segi lima dengan tiang berjumlah lima buah dan biasanya berada di tengah lingkungan keluarga Santana. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar dan pelatihan Macapat Takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama..
Masyarakat dusun Sade memang menolak modernisasi, mereka nyaman hidup dengan cara mereka sendiri. Oleh karenanya, tak heran jika kehidupan tradisional masih sangat kental disini. Aktivitas kaum laki-laki di desa sade rata-rata berprofesi sebagai petani dan kaum perempuan selain sebagai  pekerja ibu rumah  tangga, mereka juga mempunyai pekerjaan sampingan yaitu menenun. Perempuan Desa Sade telah mampu menghasilkan tenun ikat yang indah khas Lombok yang dipasarkan di Art Shop dan menjadi pilihan cinderamata wisatawan baik mancanegara maupun domestik.

Gambar: Aktivitas Menenun Warga Desa Sade



Selain menghasilkan tenun ikat khas Lombok, di Desa Sade juga banyak ditemukan berbagai macam aksesoris seperti kalung, gelang ataupun wadah perhiasan sebagai oleh-oleh dari Lombok, beberapa motif yang sering menghiasi aksesoris tersebut biasanya berupa cicak, symbol keberuntungan menurut masyarakat setempat.

Gambar: Aksesoris di Desa Sade


Selain aktivitas penduduk Sade yang terbilang tradisional, masih terdapat aktivitas lain yang bisa dinikmati di Desa Sade yaitu pesta kesenian dan tradisi budaya sasak yang masih sangat kental di Desa tersebut. Meskipun budaya sasak dipengaruhi Bali dan Jawa, tetapi perpaduan budaya di Lombok merupakan hal yang unik dan  menarik untuk diamati.
Salah satu kesenian tradisional yang bisa kita temukan di Desa Sade yaitu, tarian upacara Gendang Beleq. Gendang Beleq dimainkan oleh dua musisi menggunakan drum besar saat berhadapan, Kesenian Gendang Beleq sudah menjadi tradisi  di Suku Sasak sejak lama dan merupakan kesenian peninggalan Kerajaan Selaparang Lombok yang menguasai sebagian wilayah pulau Lombok bagian timur pada zaman kerajaan Anak Agung. Disebut Gendang Beleq, karena menggunakan Gendang berukuran besar yang dalam bahasa sasak disebut Beleq.     Kesenian Gendang Beleq, awal masuknya di pulau Lombok, digunakan oleh para tokoh agama untuk menyebarkan islam di daerah ini. Saat itu, kesenian ini dimainkan untuk mengumpulkan warga, yang akan diberikan ceramah agama maupun kegiatan keagamaanlainnya.
Untuk memainkan kesenian ini membutuhkan kekompakan dalam kelompok, sehingga harus dimainkan secara utuh. Musik yang dimainkan, tari yang ditampilkan dalam kesenian Gendang Beleq, menggambarkan jiwa satria masyarakat Suku Sasak Lombok dalam mempertahankandaerahnya.
Pada zaman kerajaan Selaparang, biasanya tari Gendang Beleq dipentaskan untuk melepas prajurit ke medan perang. Tujuannya, agar para prajurit yang akan berlaga di medan pertempuran tetap bersemangat dan bergairah untuk membela daerahnya saat itu. Demikian juga setelah prajurit pulang dari medan pertempuran, disambut kesenian Gendang Beleq di pintu masuk desa, sebagai rasa syukur atas perjuangan mereka. Tradisi Gendang beleq masih dilakukan hingga saat ini untuk menyambut tamu undangan.

Gambar: Tarian Gendang Beleq


            Kesenian lain yang menarik untuk kita saksikan di Desa Sade yaitu Kesenian Peresehan, menurut Wikipedia (2014) Peresean adalah pertarungan antara dua lelaki yang bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) dan berperisai kulit kerbau yang tebal dan keras (perisai disebut ende). Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Peresean termasuk dalam seni tari daerah Lombok. Petarung dalam Peresean biasanya disebut pepadu dan wasit disebut Pakembar.
Dahulu Peresean digelar untuk melatih ketangkasan suku Sasak dalam mengusir para penjajah. Latar belakang Peresean adalah pelampiasan emosional para raja di masa lampau ketika menang dalam perang tanding melawan musuh-musuhnya. Selain itu, dahulu Peresean juga termasuk mdeia yang digunakan oleh para pepadu untuk melatih ketangkasan, ketangguhan, dan keberanian dalam bertanding. Konon, Peresean juga sebagai upacara memohon hujan bagi suku Sasak di musim kemarau. Kini, Peresean digelar untuk menyambut tamu atau wisatawan yang berkunjung ke Lombok.
Gambar: Kesenian Peresean


Budaya di Desa Sade bisa dibilang sangat tradisional, meskipun pada era globalisasi sekarang ini masih banyak budaya-budaya daerah di Indonesia yang telah di modifikasi karena adanya pariwisata. Meskipun pariwisata telah lama berkembang dan dikenal di Desa Sade tetapi budaya di Desa Sade masih tetap terjaga keasliannya, dengan adanya peraturan desa yang masih ketat, membuat Desa Sade sendiri masih bertahan akan pengaruh-pengaruh luar, sehingga dapat budaya di Desa Sade tetap terjaga sampai sekarang ini, dan telah siap untuk menjadi salah satu destinasi pariwisata di Pulau Lombok. Keaslian budaya Desa Sade menjadikan ciri khas bagi pulau Lombok untuk menarik para wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Dirahapkan dengan makin berkembangnya pariwisata di pulau Lombok, akan terus memberikan hasil yang maksimal bagi masyarakat setempat baik dampak ekonomi, maupun dampak akan kemajuan pariwisata di pulau Lombok - Nusa Tenggara Barat (NTB).


DAFTAR PUSTAKA

Ardiwidjaja, Roby. -----. Pariwisata Budaya: Sebagai Salah Satu Alat Pelestari Kesenian Tradisional. (diakses 08 november 2014). URL: http://www.academia.edu/4929428/PARIWISATA_BUDAYA_sebagai_salah_satu_alat_pelestari_kesenian_tradisional
Antara News. 2013. Lebih Satu Juta Wisatawan ke Lombok. (Diakses 28 Oktober 2014). URL: http://www.antarabali.com/berita/33190/lebih-satu-juta-wisatawan-ke-lombok
Galus, Hend. 2014. Mengenal Suku Sasak Lebih Jauh di Dusun Sade, Rembitan. (diakses 08 November 2014). URL: http://wisatalombokaja.blogspot.com/2014/06/suku-sasak-di-dusun-sade-lombok.html
Khalik, Wahyu. 2014. Kajian Kenyamanan dan Keamanan Wisatawan di Kawasan Pariwisata Kuta Lombok. Tesis. Bali. Universitas Udayana
Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi; Aksara Baru, Jakarta
Magdalen, Goklasria. -----. Eksotisme Desa Sade Rambitan Lombok. (diakses 08 November 2014). URL: http://goklasria.blogdetik.com/?p=3#sthash.O8DHkGZ6.6YtHpHJG.dpbs
Nurdiansyah. 2014. Peluang dan Tantangan Pariwisata Indonesia. Bandung. Alfabeta.
Sedarmayanti. 2014. Membengun dan Mengembangkan Kebudayaan dan Industri Pariwisata: Bunga Rampai Tulisan Pariwisata. Bandung. Refika Aditama
Surya, Dhanny. 2012. Melihat Kehidupan Suku Sasak di Desa Sade, Lombok. (diakses 08 November 2014). URL: http://dhannysurya.blogspot.com/2012/07/melihat-kehidupan-suku-sasak-di-desa.html
Wikipedia. 2014. Peresean. (diakses 08 November 2014). URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Peresean
Yustitia. 2012. Mari Kembali ke Masa Lalu di Desa Sade Rambitan. (diakses 08 November 2014). URL: http://lombok.panduanwisata.com/wisata-sejarah/mari-kembali-ke-masa-lalu-di-sade-desa-rambitan/

 




 

3 komentar: