1. Pengertian
Pendekatan Pembangunan Pariwisata Berbasis Nilai
Dalam
kaitannya pendekatan pembangunan pariwisata berbasis nilai sangat berkaitan
erat dengan konsep Destination Management Organization (DMO) dimana sebagai
instrument yang diperlukan dalam sistem pembangunan destinasi pariwisata. Serta
bentuk partisipasi, komitmen, tanggungjawab,
rasa memiliki merupakan kunci untuk membangun sinergi dan konvergensi
stakeholder melalui optimalisasi peningkatan peran dan fungsi untuk mencapi
kesuksesan tata kelola destinasi pariwisata. Kualitas pengalaman wisata dan
keberlanjutan destinasi pariwisata ditentukan oleh kompetensi dan kapasitas
pengelolaan entitas destinasi pariwisata. Sehingga penguatan tata kelola
destinasi berbasis keseimbangan dengan muatan dimensi ekonomi, estetika, etika
diarahkan untuk terwujudnya pembangunan pariwisata kontekstual berbasis nilai.
Menurut Kepala Badan Perencanaan dan
Hukum Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemeparekraf sekarang berubah
menjadi Kemenpar) Frans Xaverinus Teguh di Jakarta, Senin (1/10). “Konsep tata
kelola destinasi berbasis nilai dipergunakan memecahkan persoalan pelik
mengenai sinergi, tanggung jawab, kolaborasi, dan hubungan kemitraan untuk
peningkatan ekonomi kreatif, kualitas dan daya saing destinasi” tegas Frans lebih lanjut. Etika dan nilai moral dalam kearifan lokal tidak berarti
berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu saja, tapi bersifat lintas
budaya atau lintas etnik sehingga membentuk budaya nasional. Maka dari itu, pendekatan
pembangunan pariwisata yang berbasis nilai diartikan sebagai suatu pendekatan
pembangunan pariwisata yang mempertimbangkan aspek etika dan nilai moral dalam
kearifan lokal yang tidak hanya berlaku pada budaya atau etnik tertentu saja,
tapi bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk pembangunan
pariwisata yang berbudaya nasional.
2. Pentingnya
Pendekatan Pembangunan Pariwisata Berbasis Nilai
Pentingnya pendekatan pembangunan pariwisata
berbasis nilai yaitu berkaitan dengan tata kelola destinasi sebagai Destination governance yang mengandung pengertian rangakain proses , kebiasaan,
kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan,
serta pengontrolan suatu destinasi. Tata kelola destinasi juga mencangkup
hubungan antara para Stakeholder yang terlibat serta tujuan pengelolaan
destinasi. Pihak-pihak utama dalam tata kelola destinasi adalah pemangku
kepentingan termaksud masyarakat lokal di destinasi dan pemangku kepentingan
lainnya adalah pemerintah daerah, dunia usaha, pemasok, pelanggan, bank, dan
kreditor lain, regulator, lingkungan , serta masyarakat luas. Selama ini pengembangan pariwisata daerah yang
dilakukan oleh para stakeholder diatas lebih ditujukan untuk mengembangkan
potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi guna
memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Maka dari itu, diperlukan pola
manajemen pembengunan pariwisata yang berbasis nilai sebagai upaya mengelola
sumber daya secara arif berdasarkan aspek etika dan nilai moral dengan
tantangan keberlanjutan sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan sebagai entitas
yang saling berkaitan untuk meningkatkan kapasitas kegiatan usaha ekonomi,
masyarakat dan lingkungan. Dalam prespektif manajerial modern, pemikiran yang
humanis dan membumi dalam praktik peneglolaan berbasis nilai tidak hanya
berorientasi ekonomi, namun bekerja dengan bertanggungjawab terhadap
masyarakat. Dengan demikian, orientasi tata kelola pariwisata ke depan
memerlukan nilai organisasi yang mempertimbangkan manfaat secara berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar